Membaca novel merupakan salah satu kegemaran saya di waktu waktu luang yang ada. Saya bisa tenggelam dalam imaginasi cerita yang digambarkan dalam novel, dan saya pun dengan sangat mudah menangkap pesan pesan yang terkandung di dalamnya.
Novel
yang terakhir saya baca adalah novel berjudul Rindu, Karangan Tere Liye. Novel
ini berkisah tentang perjalanan haji pada masa dulu penjahajan Belanda, sekitar
tahun 1938, yang mana waktu itu perjalanan haji memakan waktu kurang lebih 6
bulan dengan menggunakan kapal uap. Kapal Uap dalam novel tersebut bernama
Kapal Blitar Holland yang dipimpin oleh Kapten Philip. Tokoh utama dalam novel
tersebut adalah Gurutta, Daenng Andipati, ,Bunda Ope, dan Ambo Uleng. Mereka
dipertemukan di dalam kapal. Menjadi akrab karena sering makan satu meja di
kantin kapal dan juga sama sama aktif dalam kegiatan kegaamaan dan juga
pendidikan yang diadakan di atas kapal untuk mengisi waktu anak anak para
jamaah haji.
Dan,
Keempat tokoh utama tersebut mempunyai masa lalu yang luar biasa. Dalam
perjalanan tersebut, satu persatu tokoh mampu menyelesaikan masalah yang selama
ini menghimpit mereka setelah mereka menceritakan masalahnya kepada
Gurutta,salah satu penumpang jamaah haji yang juga adalah ulama yang sangat
terkenal di Hindia Belanda.
Ada
beberapa kata kata yang satu garis bawahi dari novel ini. Mungkin bisa disebut
sebagai pesan yang disampaikan dalam novel ini. Berikut adalah kutipan
kutipanya:
1.
Jika kau ingin menulis
satu paragprah yang baik, kau harus membaca satu buku. Maka, jika dalam tulisan
itu ada beratus ratus paragraph, sebanyak itulah buku yang harus kau baca.
(page 196)
2.
“Pendengaranku memang
sudah tidak bagus lagi, Nak. Harus kuakui itu. Tapi aku masih ingat kapan aku
bertemu dengan istriku. Kapan aku melamarnya. Kapan kami menikah. Tanggal lahir
semua anak anak kami. Waktu waktu indah milik kami,”, Mbak Kakung (80) membela
diri. (page 205)
3.
Suami Bonda Upe
menggenggam jemari istrinya. Membesarkan semangat. Tersenyum, membesarkan hati.
(page 212)
4.
Sayangnya, lazimnya
sebuah pertanyaan, maka tidak otomatis selalu ada jawabanya. Terkadang, tidak
ada jawabanya. Pun penjelasanya. (page 222)
5.
“Tapi sungguh, kalau kau
berusaha lari dari kenyataan itu (pernah menjadi pelacur), kau hanya
menyulitkan diri sendiri. Ketahuilah, semakin keras kau berusaha lari, maka
semakin kuat cengkeramanya. Semakin kencang kau berteriak melawan, maka semakin
kencang pula gemanya memantul, memantul, dan memantul lagi memenuhi
kepala.”Penjelasan Gurutta kepada Bonda Upe. (page 312)
6.
“Kita tidak bisa
melakukan itu Upe. Cara terbaik menghadapi masa lalu adalah dengan dihadapi.
Berdiri gagah. Mulailah dengan damai menerima masa lalumu. Buat apa dilawan?
Dilupakan? Itu sudah menjadi bagian dari hidup kita. Peluk semua kisah itu.
Berikan dia tempat terbaik dalam hidupmu. Itulah cara terbaik mengatasinya.
Dengan kau menerimanya, perlahan lahan dia akan memudar sendiri. Disiram oleh
waktu dipoleh oleh kenangan baru yang lebih bahagia.”, Nasehat Gurutta kepada
Bonda Upe. (page 312)
7.
“Apakah mudah melakukanya?
Itu sulit. Tapi bukan berarti mustahil. Di sebelahmu saat ini, ada seseorang
yang brilian berhasil melakukanya. Enlai. Dia berhasil menerimamu apa adanya,
Nak. Dia tulus menyemangatimu, mencintaimu. Padahal, dia tau persis kau seorang
cabo. Sedikit sekali laki laki yang
menyayangi bekas seorang cabo. Tapi
Enlai bisa, karena dia menerima kenyataan itu. Dia peluk erat sekali. Dia
bahkan tidak menyerah meski kau telah menyerah. Dia bahkan tidak berhenti meski
kau berhenti”, Nasehat Gurrutta. (page 313)
8.
“Bagian yang kedua
adalah tentang penilaian orang lain, tentang cemas diketahui orang lain siapa
kau sebenarnya. Maka ketahuilah Nak, saat kita tertawa hanya kitalah yang tau
persis apakah tawa itu bahagia atau tidak. Boleh jadi kita sedang tertawa dalam
seluruh kesedihan. Orang lain hanya melihat wajah. Saat kita menangis pun
sama,hanya kita yang tau persis apakah tangisan itu sedih atau tidak. Boleh
jadi kita sedang menangis dalam seluruh kebahagiaan.
9.
Be First to Post Comment !
Posting Komentar