Gambar 1: Merayakan Persahabatan
Lokasi: Museum Bank Indonesia
Pertengahan bulan April 2016, untuk kedua kalinya
dalam satu tahun, saya di berikan tugas dari kantor untuk dinas ke luar
kota. Kunjungan kali ini adalah di kota Bogor, kota yang saya ingin
sekali kunjungi.
Rasanya amat bahagia (red:bersyukur) sebab
pekerjaan semacam inilah yang dulu pernah saya ingin jalankan. Sang Maha
Menjawab Doa akhirnya menunjukkan kebesaranNya untuk kesekian kalinya.
Hati saya amat girang seperti burung yang dilepas
dari sangkarnya. Sehari-hari saya hanya di kantor, di depan komputer dari pagi
hingga malam, tanpa bertemu banyak orang baru. Hari itu, saya bisa bertemu
banyak orang dari berbagai daerah, bertemu dosen, dan para pejabat Kementrian
Pendidikan.
Acara kami waktu itu adalah merevisi buku-buku
pelajaran dengan kurikulum terbaru. Mengganti yang belum sesuai, menambahkan
bagian buku yg kurang, mengurangi bagian materi yang kebanyakan, hingga
kesalahan ejaan. Saya dan teman-teman kantor berusaha bekerja semaksimal
mungkin selama 3 hari demi mendapatkan hasil terbaik (selesai tepat waktu dan
mendapatkan tanda tangan pengesahan dari tim seleksi).
Singkat cerita, pada hari terakhir acara (Jumat, 22
April 2016), buku-buku kami semua dinyatakan lulus. Alhamdulilah, kami semua
lega dan berbahagia. There are guts,
there are glory.
Dengan selesainya acara, maka tugas pekerjaan kami
selesai. Teman-teman saya pulang pada hari Sabtu paginya. Namun saya, memilih
untuk berpisah dari rombongan. Saya memilih menghabiskan weekend ke Jakarta.
Apa yang saya lakukan di Jakarta? Saya ingin
bertemu para sahabat yang tinggal di sana. Beberapa kawan saya hubungi. Bahkan
yang kurang akrab pun saya hubungin juga. "Tak apalah, niat saya silaturahim", ucap dalam diri.
Jari jemari sibuk melakukan perundingan ketemuan
melalui pesan whatsapp, dan pada akhirnya hanya satu orang yang bisa saya
temui, yakni Dita.
Yup, dia selalu bisa di andalkan untuk menampung
saya di ibukota. Bertemu dengan Dita adalah hari-hari yang selalu saya tunggu.
Kenapa? Sebab, tidak ada satu hal pun dari kami yang tidak kami tau. Kami
saling tau kondisi keluarga. Kami saling memberi tau kondisi dompet. Kami
selalu memberi tau kabar hati. Bahkan kami saling bercerita berapa hari dalam
sepekan kita maskeran (apasih). Dan
sebab terakhir adalah setiap percakapan dengannya selalu melahirkan pemahaman
dan kekuatan baru.
Seperti pertemuan kemarin di bulan April itu.
Pagi-pagi di hari Sabtu, di dekat halte Matraman Jakarta Pusat, kami makan
ketupat sayur dipinggir jalan. Selama perjalanan menuju warung, kami bercerita.
Entah awalnya dari mana, Dita kemudian bercerita panjang tentang takdir. Dia
membagikan ilmunya tentang takdir yang dia dapatkan dari sebuah kajian.
Gambar 2: Merayakan Persahabatan
Lokasi: Museum Bank Indonesia
"Ketika
itu ada mbak-mbak yang bertanya tentang kewajiban seorang anak untuk berbakti
kepada orang tua yang durhaka", Dita memulai ceritanya.
"Si
Ustadz menjawab dengan sangat bijaksana. Bahwa bagaimanapun keadaan orang tua
kita sewaktu kita lahir itu adalah takdir yang tidak bisa kita rubah. Termasuk
mempunyai orang tua yang durhaka. Dan tugas kita adalah berusaha sebaik-baiknya
untuk merubah takdir tersebut", Dita bercerita dengan sangat
mengebu-gebu.
Bolam kuning menyala-nyala dalam kepala saya sesaat
setelah Dita selesai bercerita. Beberapa hari sebelumnya memang saya sempat
mengeluh tentang kondisi orang tua yang suka marah dan tergesa-gesa mengerjakan
sesuatu. Saya menyalahkan keadaan keluarga ketika saya juga mempunyai sifat
suka marah, tergesa-gesa, dan rada keras.
Namun,
setelah percakapan tersebut berlangsung, mata saya terbuka kembali. Bahwa saya
harus berikhtiar untuk merubah takdir. Sebab, begitulah sifat takdir, tidak
bisa dihindari. Maka, setelah percakapan hari Sabtu pagi itu, semangat saya
tumbuh kembali untuk merubah takdir terbaik. Merubah laku diri dan keluarga
menuju yang lebih baik. Melatih untuk menahan amarah. Melatih untuk bersikap
tenang namun tangkas dalam mengerjakan sesuatu. Dan melatih untuk berperilaku
lebih lemah lembut lagi.
Alhamdulilah. Rejeki dalam silaturahim.