“Di dunia persilatan, kekuatan terbesar datang dari hati.
Dan sayang sekali, hanya hati yang pilu yang bisa mengumpulkan tenaga begitu
besar. Kau mengumpulkan selaksa rasa sakit, kecewa, marah, sedih menjadi satu.
Semakin tercabik-cabik hatimu, maka semakin banyak naga surga yang bisa kau
panggil. Semakin tajam sembilu itu mengiris, maka semakin benderang cahaya naga
surga.”
(Sepotong Hati Yang Baru)
Setiap
orang pasti pernah mengalami kekecewaan. Hanya sebab dan kadarnya lah yang
membedakanya. Ada yang menjadikannya hal yang lumrah, sebab kadar kekecewaanya
hanya sedalam luka iris pisau mengenai tangan. Tidak berbekas. However, ada
pula yang menyimpan kekecewaan tersebut bertahun-tahun karena kadar
kekecewaanya sampai mengobrak-abrik tatanan hati yang masih suci. Dalam dan
membekas. Tidak jarang, jenis kekecewaan yang semacam ini akan melahirkan suatu
revenge.
The litte Myrtle dalam film Dressmaker juga mengalami kekecewaan jenis akut
tersebut. Pada masa anak-anak, dia mengalami bullying dari teman-teman
sejawatnya. Dia dipukul, dihina, disisihkan, diejek, dan yang paling parah
adalah difitnah. Kondisi yang dialami oleh the little Myrtle adalah potret
kemiskinan yang sesungguhnya kata Mother Teresa, yakni being unwanted, unloved,
and uncared.
Ya.
The little Myrtle difitnah. Dia dituduh telah membunuh Stewart Pettymen, anak dari penguasa desa Dungantar, Evan. Myrtle Dunnage yang masih kecil
dibuang. Dia dipisahkan dari ibunya yang bernama Molly. Kala itu Myrtle tidak
mengerti mengapa dia dibuang dan dipisahkan dengan ibunya. Myrtle ketakutan,
menangis. Namun, sebagai seorang yang tidak mempunyai kuasa dan bukti, Myrtle
dan ibunya tidak melawan. Myrtle dikutuk oleh penduduk Dungantar sebagai
seorang pembunuh.
Tahun
pun berlalu. Kurang lebih 25 tahun sejak pembuangan the little Myrtle, dia pun
kembali lagi ke desa Dungantar dengan segala perubahan yang dibawanya. Mulai
dari nama yang berganti dengan nama Tilly, penampilan yang menarik perhatian
banyak lelaki, dengan kepandaian dan keterampilan serta dengan sebuah hati yang baru. Hati yang berani, dan hati yang
kuat.
Tilly
datang ke Dungatar untuk mempertanyakan dan mengingat apakah dia memang seorang
pembunuh seperti apa yang dituduhkan kepadanya semasa kecil.
Tentu
saja, penduduk Dungantar tidak suka dengan kedatangan Tilly (Kate Winslet). Dia
tetap mengutuk bahwa Tilly adalah seorang pembunuh. Tilly tidak gentar. Tilly,
dengan segala pengalamanya selama 25 tahun berkenala, mempunyai kepercayaan
diri yang penuh dalam menghadapi penduduk Dungantar ditambah lagi dengan salah
satu highlighted-nya, yakni ketrampilan menjahit.
Ya,
dia adalah seorang dressmaker yang handal. Dia adalah seorang yang ahli dalam
hal penampilan. Penduduk Dungantar mulai melirik untuk berkonsultasi dan bahkan
meminta dibuatkan baju untuk acara-acara resmi di Dungantar atau bahkan untuk
merubah penampilan mereka yang biasa-biasa saja. Tidak diragukan lagi, semua
orang tidak ada yang merasa kecewa dengan hasil karya Tilly.
Ada
satu syarat yang selalu diajukan oleh Tilly kepada para pelangganya. Selain
upah yang tinggi, Tilly meminta beberapa informasi terkait dengan masa lalu
Tilly yang beberapa tidak bisa ia ingat dengan baik.
Puzzle
demi puzzle Tilly hubungkan. Semakin hari semakin ada tiitk terang akan apa
yang terjadi di masa lalu. Bahwa ternyata memang benar, Tilly difitnah. Tilly
memang tidak membunuh Stewart Pettimen. Stewart Pettimen adalah seorang yang
nakal, terutama kepada the little Tilly. Puncaknya adalah ketika Stewart
menyuruh Myrtle untuk berdiri didinding untuk kemudian akan dihantam Stewart
dengan kepalanya ibarat Banteng. Namun, Myrtle menghindar. Jadilah Stewart
menghantamkan kepalanya sendiri ke tembok yang mengakibatkan kematian kepada
dirinya.
Namun,
penguasa Dungantar tidak memberikan kesempatan kepada Myrtle untuk menjelaskan
apa yang sebenarnya terjadi. Saksi yang melihat kejadianya itu pun, yakni
seorang pemuda dengan cacat mental bernama Barney, tidak berani mengatakan yang
sebenarnya karena ia takut akan dibuang juga.
Setelah
mengetahui kejelasan dan cerita lengkap akan masa lalunya, Tilly marah kepada
penduduk Dungatar. Dia tidak mau lagi membuatkan baju untuk para penduduknya
yang sangat jahat. But, and then, Ibunya berkata kepada putrinya itu, “Look at
you know. You can create. You can transform people. It’s very powerful. Use
it. Use it againts them”.
Dan
kemudian Tilly bersemangat kembali. Bersemangat untuk melawan dan membalas
dendam kepada those dreadful people.
Be First to Post Comment !
Posting Komentar