Setelah sepekan yang melelahkan, memang perlu kiranya untuk pergi ke suatu tempat yang quite far away (but not too far) and quite quiet. Salah satu lokasi yang cocok untuk dikunjungi adalah Selo, Boyolali. Selo ini terletak antara Magelang dan Solo, lebih tepatnya adalah di lereng Gunung Merbabu. Bisa kamu bayangkan kan how calm it is. Sejuk, dingin, tenang. Sangat cocok untuk healing. Nah, jika kamu pengen menginap disana, nih ada dua penginapan yang oke banget untuk dikunjungi. Kubilang oke karena tempat mereka strategis. Dekat dengan apapun yang lagi nge-hits di Selo.
1. D'Highland
Kayaknya nih diantara beberapa penginapan di Selo, penginapan ini yang ter-paling. Ada glampingnya, ada villanya (yang satu rumah gitu, namanya Garden Hills), dan ada restorannya. Sayang sekali pas aku berencana menginap disana, semuanya full-booked. Akhirnya cuma bisa dateng ke restorannya aja yang namanya Kadung Tresno Kopi.
Di D'Highland ini yang sering laku itu ini, Glampingnya. Cukup murah kawan, cukup 350k untuk dua orang. Fasilitasnya juga lengkap. Jika nambah satu orang, maka kena charge 100k.
Oh ya, karena aku ga nginap sana, aku mau cerita aja soal restonya ya. Aku kesana itu sore hari dimana kabutya pada turun. Dingin, enak, tapi ruameeeny pool. Aku kudu ngantri agar bisa dapet tempat duduk. Tempat yang jadi favorit itu di rooftopnya karena mountain view. Look at my pictures below.
2. Omah Kita
Nah, waktu dikabari sama adminya D'Highland kalau kamarnya sudah habis, langsung kutanya tempat penginapan di dekat situ. Adminya baik, lalu ngasih rekomendasi di Omah Kita. Ya Allah, alhamdulilah masih ada kamar kosong di Omah Kita.
Omah Kita ini letaknya cuma beberapa meter aja dari D'highland. Mungkin hanya sekitar 150 meter. Cukup dengan jalan kaki. Seneng kan.
Tapi emang di Omah Kita harganya lebih mahal sih. Ada beberapa kamar disini.
Ada kursi dan mejanya. |
Ada coffee set, tea set, amnesties, dan air mineral. |
Penampakan luarnya. |
Tempat buat nyantai. |
Restonya |
Restonya |
Begitu dulu review dan rekomendasi dari aku ya. Jaga hati, jaga diri. Jangan sedih berkepanjangan. Selamat berlibur. Semoga tulisan ini bermanfaat.
Aku bekerja di sebuah institusi, an old institution. And old mind, as well. Karena ditempatku budaya saling bersaing itu masih kental terasa. Sebagai sebuah perusahaan, bukan bersinergi, melainkan ingin terlihat paling baik sendiri di tiap bagian, divisi, ataupun departemen.
Menurutku, budaya bersaing yang masih menempel itu membawa kebiasaan untuk saling menyalahkan orang lain. Jika sedang ada masalah menerpa, maka pembicaraan itu cenderung mencari kambing hitam. Bahagia gitu kayaknya kalau melihat orang lain yang menjadi pihak yang tersalahkan. Mengutuki kegelapan, bukan menyalakan harapan. Bikin suasana negatif makin negatif kan?
Padahal they are part of us. Jika ada bagian dari diri kita yang buruk misalnya, apakah kita akan membuatnya terpuruk? Gak kan. Menurutku lagi, mereka yang suka menyalahkan orang lain secara terang-terangan dan verbal adalah mereka yang tidak dewasa.
Bismillahirrahmaniirahim.
Hari ini aku mulai lagi untuk menulis kebiasaan positif yang sudah lama aku tinggalkan, yakni menulis gratitude box. Dulu aku biasanya menulisnya ketika akan memulai pekerjaan di kantor. Aku nyalain komputer, menghadirkan kesadaran, menilik jiwa apa yang dirasakan, mengingat kejadian-kejadian, menuliskannya, dan mencetaknya. Lalu, aku gulung-gulung dan aku ikat. Kumasukkan ke dalam kotak yang aku labeli "Gratitude Box" yang kuletakkan di depan meja kerjaku.
Hari ini hari Jumat. Tepatnya jam 6.24 AM. Biasanya jam segini aku masih berjalan ke tempat kerja. Namun, hari ini berbeda. Tadi malem aku dapat surat ijin dokter untuk tidak masuk kerja selama sehari lantaran aku dinyatakan sakit (batuk menggigil yang ga mau berhenti-henti). Rasanya seumur-umur aku belum pernah dapat surat ijin dokter euy. Aku syukuri. Karena dengan begini, aku lebih merasa slow down. Tidak dikejar-kejar target. Tidak merasa habis ini harus ngerjain ini. Makanya kan aku bisa menulis ini, dan tadi malem aku bisa membaca buku dengan lebih khusyuk.
Meskipun dinyatakan sakit, aku masih bersyukur. Aku ga pusing, ga demam, ga mual, sehingga masih bisa beraktivitas seperti biasanya.
Hari ini aku juga bersyukur karena orang tua saya masih sehat, dan bisa berkativitas seperti biasanya. Aku masih punya rumah untuk tempat tinggal, dengan isi yang bisa dikatakan sudah cukup lengkap.
Tak lupa yang paling penting adalah hari ini aku masih dalam keadaan Islam, dan masih ada keinginan untuk memperbaiki hidup. Aku bertekad dan memohon kepada Allah untuk diberikan kemauan dan keyakinan yang kuat, terutama dalam hal menikah.
Dan yang terakhir, aku bersyukur karena merasa diberikan petunjuk untuk membangun koneksi jiwa kepada dia, jodohku, yang keberadaanya ada namun belum berjumpa. Semoga istiqomah untuk mendoakannya, dan istiqomah merasakan bahwa dia benar-benar ada.
Klaten, 15 Oktober 2022
Awal Oktober 2021, aku pergi ke Embung Manajer, Selo Boyolali. Aku berangkat dari Solo hari Sabtu siang, dan menginap di sana semalam. Meskipun Solo dan Boyolali dekat, namun nyatanya wisata ke Selo belum pernah kujajal sama sekali. Dulu mungkin memang ga banyak pilihan tempat wisata makanya ga kesana, namun kali ini tentu sudah berbeda.
Perjalanan dari Solo sampai ke Selo membutuhkan waktu sekitar 1 jam 15 menit. Kok cepet? Ya ngebut tentunya. Pake motor aku. Belum berani kalau pakai mobil. Dari Solo (area Sriwedari) jam 12 siang, sampai penginapan Omah Kita jam 13.20 (karena mampir Alfamart di Pasar Cepogo beli camilan) dengan kecepatan rata-rata 90km/jam. Oh ya, aku ini termasuk orang yang cemasnya maksimal sama jalan di pegunungan. Beberapa hari sebelum perjalanan sudah cek sana-sini bagaiman medan jalan menuju kesana, betapa kemiringan dan menanjaknya. Motorku motor beat buatan tahun 2014. Jadi, perjalanannya sungguh aman. Tak ada ngeden-ngedennya sama sekali. Lancar tanpa beban (karena memang sendirian dan tak boncengan).
Cuaca waktu itu panas, dan badan masih sangat lelah. Jadi diputuskan untuk ke Embung Manajer pagi harinya. Dan ternyata dekat sekali penginapanku dengan Embung Manajer. Jalan kaki cuma 15 menit, dan aku pakai motor dan cuma 5 menit paling.
Jalan mau masuk ke Embung Manajer rada ngeri sih Kak. Jadi dari jalan utama itu, belokannya ga keliatan. Ga dibuat gapura khusus atau papan nama begitu. Tapi Google Map sangat tepat dan fully
help. Jalan ke Embung Manajer amat curam, dan hanya jalan setapak. Tentu mobil tak muat. Kalau pakai motor, kalau boncenganpun, mendingan jangan. Kalau sendiri masih okelah naiknya. Tikungan tajam dan menanjak bakal ditemui selama menuju Embung ini. Kalau tidak yakin bisa, nanti akan ada jasa ojek di bawah. Harganya 10k. Oh ya, HTMnya cuma 5k.
Kalau aku naiknya kuat, alhamdulilah. Asal hati tenang, semua bisa terkendali. Naaaamuuuuun, turunya aku udah ga punya nyali. Lebih berbahaya turunan kan ya daripada jalan naik. So, aku minta bantuan ojek untuk nganter sampai bawah. Idep-idep juga ngasih rejeki ke orang.
Nah tadi itu untuk jalannya. Lalu sekarang disana bisa ngapain aja?
1. Menikmati alam dan Photo-Photo
Jelas lah ini. Datanglah pagi-pagi, niscaya udara masih sangat sejuk dan segar. Kamu akan disuguhi dengan pemandangan Gunung Merbabu yang amat jelas. Pastinya juga bisa foto-foto dengan background yang sangat ciamik.
Melamun |
Bersyukur |
Curhat-curhatan |
2. Camping
Yup. Sekarang kan lagi pada suka camping kan yak. Disana itu ada spot untuk camping. Bayarnya cuma 15k per orang. Banyak keluarga-keluarga gitu yang ngecamp bareng. Banyak anak kecil juga.
Yang tempat camping itu di atas |
Well, cukup sekian cerita dari aku ya. Tempat ini recommended banget lah ya untuk kalian yang pengen short escape dan healing. Semoga bermanfaat.