Thank You..PAK TUKANG PARKIR!
(From Flavorless to Flavorful)
Oleh Tami Ahda Syahida
Minggu,
13 Oktober 2013, saya sengaja untuk tetap tinggal di kota pelajar, Yogyakarta.
Biasanya saya selalu menghabiskan hari libur bersama ibu dan kakek, namun kali ini
saya memilih untuk tinggal di Yogyakarta. Bukan tidak ada apa apa, namun memang
ada maksud tertentu.
Ya,
bagi saya, Yogyakarta adalah kota tempat saya menimba berbagai ilmu terutama
ilmu kehidupan. Di kota ini, saya selalu mendapatkan berbagai hal bermanfaat
untuk diri saya, terutama hati saya.
Hari
itu saya mengalami satu fase kehidupan yang bernama hambar. Ya, hambar.
Flavorless. Beberapa hari sebelumnya
saya merasakan semua hal yang saya lakukan biasa saja, tidak ada yang berkesan
di hati, hambar. Padahal saya sudah mencoba melakukan hal hal yang biasanya
membuat saya merasa alive, silaturahim, membina anak anak untuk hafalan Al
Quran, sedekah, berolahraga, jalan jalan, makan bareng temen, baca buku,
nonton. Namun, masih saja terasa hambar. Untuk itu, saya putuskan untuk mencari
sesuatu penawar agar semuanya tidak terasa hambar.
(Aiih…Hambar..apakah
hanya saya saja yang merasakan? Hmm, saya yakin ada manusia lain yang pernah
merasakanya).
Minggu pagi saya mengawali hari
dengan belajar bahasa inggris (Listening to the west music). Sekitar jam 7 saya
kemudian bergegas bersiap siap untuk aktifitas selanjutnya,yakni sarapan bareng
teman teman, belanja di Sunday Morning UGM, dan ketemuan dengan adik tingkat
kuliah, ikut acaranya Muhammad Assad, dan juga kajian tentang Idul Adha.
Hmm..saya kira hari itu akan menjadi hari yang bermanfaat.
Sampai dengan agenda ketemuan
dengan adik tingkat kuliah, perasaan saya masih terasa hambar. Flavorless.
Kemudian setelah itu saya lanjutkan untuk mengikuti acaranya Muhmmad Assad di
Masjid Nurul Asri. Meskipun sudah telat 2 jam, tapi tidak apa apa fikir saya,
semoga mendapatkan sesuatu disana. Gumam saya dalam hati. “habiskan masa gagal
di usia muda…” adalah kalimat yang Muhammad Assad katakan ketika saya baru saya
datang. Suaranya kedengeran sampai di parkiran. Saya mencoba untuk merapikan
motor saya terlebih dahulu. Kemudian dari belakang ada anak muda yang berkata
sambil senyum, “sudah mba,,ditinggal saja, biar saya yang merapikan”. “Baik sekali tukang parkir ini”, gumam saya.
“Kerja
keras dan berdoa terus menerus…stay on the record like that..insyaAllah nanti
akan mendapatkan apa yang kalian usahakan..hasil itu selalu berbanding lurus
dengan usaha kalian koq”, Lanjut Muhammad Assad. Yah, ternyata sudah pada sesi
pertanyaan. Namun, baru saja saya duduk dan mendengarkan beberapa kalimatnya
Assad serta berkesempatan memandang wajah Muhammad Assad, teman saya tiba tiba
mengajak pulang. Padahal baru sebentar duduk. Tapi ya gimana lagi, dia sakit
perut yang sudah sampai akut.
Sesampainya
di parkiran, anak muda tukang parkir tadi sudah menghampiri saya duluan,
padahal saya belum sampai ke parkiran sepeda motor saya. “Mbak tadi sepertinya
motornya masih nyala..karena pas saya mau rapikan, klaksonya berbunyi”, tutur
anak muda tukang parkir itu. “Oh iya mungkin”, jawab saya singkat. Namun
diruang fikiran saya kagum akan kebaikan dan tanggung jawab anak muda tukang
parkir tersebut. Kemudian saya mengambil motor saya untuk dikeluarkan, namun
anak muda tukang parkir tersebut menawarkan agar dia saja yang mengeluarkanya.
“Aiiih…ini baru tukang parkir yang baik. Service memuaskan namun tidak
mengharapkan bayaran parkir”, gumam saya. Ya benar, parkirnya gratis. Namun ada
kotak infak di pintu keluar.
Selama
perjalanan menuju kost, saya terus memikirkan akan akhlak anak muda tukang
parkir tersebut. Begitu baik, sederhana dan bertanggungjawab. Keikhlasan untuk
menjaga motor motor para jamaah terpancar diwajahnya. Kesederhanaanya menjadi
tukang parkir membuat siapapun terketuk untuk memberi infak yang sepantasnya
meskipun tidak diminta infak.
Ya,
saya belajar dari anak muda tukang parkir itu. Sederhana dalam hidup,namun
dengan kesederhanaan itu mampu memberikan cahaya kepada hati hati orang lain.
Ya, saya belajar dari anak muda tukang parkir itu, bahwa kebaikan yang kecil
dan mungkin tidak disadari, namun kalau rela dan iklhas akan membawa sesuatu
yang sangat besar bagi orang lain.
Sejak
kejadian di tempat parkir masjid Nurul Asri tersebut, saya merasa hati saya
menjadi ada rasanya, ada nilainya. Yah, saya rasa itu adalah jalan Allah untuk
saya menemukan rasa hidup lagi. Jadi, ketika merasakan hambar dalam hidup,
teruslah berjalan. Kemanapun. Nanti pasti akan ditunjukkan cahaya dan rasa yang
indah.
Klaten,
16 Oktober 2013
5.15
P.M
Be First to Post Comment !
Posting Komentar