Merantaulah. Gapailah setinggi tingginya impianmu.
Berpergianlah. Maka ada lima keutamaan untukmu. Melipur duka dan memulai
penghidupan baru, memperkaya budi, pergaulan yang terpuji, serta meluaskan
ilmu.
(Rantau 1 Muara)
Tahun 2012 adalah kali pertamanya
aku merantau ke luar pulau. Tidak tanggung tanggung, aku langsung ditempatkan
di sebuah tempat yang sangat jauh dari peradaban, bahkan aku baru pertama kali
mendengar nama daerah itu ketika membuka pengumuman daerah tempatku bertugas.
Apakah nama daerah itu? Yup, nama daerah tersebut adalah Malinau, sebuah
kabupaten terluar di provinsi kalimantan timur.
Apa yang aku rasakan ketika itu?
Kalut. Aku mengetik nama “malinau” di mesin pencarian bagian gambar, dan yang
kulihat adalah pesawat perintis, nenek nenek tua yang kupingnya panjang yang
sedang duduk di depan rumah papan, jalan yang belum beraspal, gereja, babi,
sungai coklat. Tidak ada tanda tanda keramaian. Otakku tertiba dengan lincah
membuat skenario hidupku kelak di Malinau selama setahun. Mandi di sungai.
Kulit hitam pekat. Nangis tiap malam. Makan cari di hutan. Tidur beralaskan
daun dan selembar kain. Tidak ada listrik. Tidak ada sinyal telepon. Sakit
diobati dengan daun tumbuk. Anak anak sekolah tak pake seragam. Heh. Lemas.
Kupejamkan mata. Tak juga bisa
tidur. Yang kufikirkan adalah apakah aku akan berangkat dan siap dengan segala
yang akan terjadi. Otakku berat. Masa depan memang sangat misterius. Tapi aku
takut (lebai..kwkwk). yah, begitulah perempuan, disifati dengan cara berfikir
yang sedikit rumit.
First Miracle
Beberapa pekan sebelum
pemberangkatan ke tempat tugas (red:Malinau) untuk mengajar, aku mendapat
wejangan khusus dari bapak kampus, Pak Rohmat Wahab. Beliau mengatakan bahwa
ketika dalam perantauan, maka aku tidak boleh kehilangan keimanan kita, kalau
bisa bertambah keimanan kita.
Yes, Sir. I can’t disagree anymore. Keimanan itu anugrah terbesar dalam hidup, tidak sepantasnya lah hilang
begitu saja.
Selama ini, ikhtiarku untuk mempertahankan
keimanan adalah dengan mendekatkan diriku kepada orang orang yang mempunyai
tujuan yang sama, dan mereka biasanya disebut sebagai lingkaran tarbiyah.
Meskipun terkesan tidak mungkin,
aku berusaha untuk mencari cari info siapa tau ada keluarga tarbiyah di Malinau. Tidak di Malinau
pun tidak apa apa, berjarak tiga jam pun akan kutempuh, tekat aku waktu itu
(kwkwkwkw, sok sok an).
Aku cari cari di web tidak juga
kutemukan. Beberapa group facebook kukirim pesan menanyakan link di Malinau. Tidak juga ada respon.
Aku tidak boleh putus harapan. Api semangat terus kusulut. Aku selalu mempunyai
keyakinan, selalu ada jalan untuk sebuah niatan baik.
Beberapa hari berselang, ada
notifikasi di facebook aku. Ternyata ada message.
Dari seorang yang bernama Fajar Belajar
Sidiq. Dan beliau memberikan nomer penanggungjawab keluarga tarbiyah di Malinau.
What a wonderful surprise! Ayee! Aku merasakan ada angin semilir
dengan berita itu. Maka, dengan cepat aku menghubungi nomer yang diberikan itu. Pemilik nomernya adalah Ustadz Wahab Ardani.
Puji Syukur, nomer itu aktif, dan
membalas smsku. Dan komunikasipun dilanjut dengan jauzah beliau,namanya adalah
Mbak Indah Mayanti.
Second Miracle
Koneksi keluarga Tarbiyah sudah diberikan Allah untukku.
Paling tidak, ikhtiar penyelamatan keimanan sudah ada bau jaminannya. The first worry was destroyed!
Namun belum selesai ketakutanku.
Lokasi persisnya tempat aku bekerja belum diketahui. Aku takut tidak bisa
membayangkan jika aku akan ditempatkan di sebuah kecamatan yang menjadi
kecamatan terpelosok di kabupaten tersebut, dan berada ditengah tengah
masyarakat yang 100% menganut kepercayaan yang berbeda denganku. Menurut
informasi, mayoritas penduduk di kabupaten Malinau adalah Nasrani.
Maka, ditengah ketakutanku
tersebut, aku menenangkan diri dengan membaca kalamNya. Dan sampelah aku pada
sebuah ayat Al Qur’an Surat Al Mu’minun ayat 29.
“Ya Tuhanku, tempatkanlah aku pada tempat yang
diberkahi, dan Engkau adalah sebaik baik pemberi tempat”
Nyess, adem rasanya. Maka
dalam hari hari menunggu informasi pembagian kecamatan sekaligus sekolah yang
akan aku tempati, aku merapalkan doa tersebut. Aku yakin Tuhan mendengar
pengharapanku di dalam lubuk hatiku. Maka, kalau sudah berdoa, ketika nanti
melihat lokasinya, entah seperti yang diharapkan atau jauh dari yang
diharapkan, maka hati ini akan enteng menerimanya, karena itulah yang terbaik
untuk diriku.
Hari pengumuman penempatan
kecamatan, sekaligus sekolah pun tiba. Uli Tri Utami-SMP N 1 Malinau Utara. Dan
lansung buru buru aku menghubungi Mbak Indah, dan menginfromasikan penempatan
sekolahku. Tak disangka sangka, beliau mengatakan bahwa sekolah itu dekat
dengan rumahnya, dan di sekolah itu pula ada satu keluarga Tarbiyah disana, namanya Ibu Masrofah.
Kau tau apa yang aku rasakan waktu
itu, yup, aku seperti ketimpa durian plus es krim dan coklat! Alhamdulilah.
Third Miracle
Selama aku di tempat kuliah, aku
aktif dalam mengajari anak anak membaca Al Quran, karena aku mempercayai bahwa
hal tersebut baik. Dalam otakku membayangkan sangat sulit untuk mencari TPA dan
bahkan mendirikan TPA di Malinau, maka aku mengatakan pada Tuhan saja bahwa aku
ingin tetap mengajar ngaji untuk anak anak ketika di Malinau kelak.
The power of prayer! You know,
in fact, di SMP 1 Malinau Utara ternyata ada seorang guru luar biasa yang
bernama Ibu Emi Palupi. Ibu Emi ini ternyata sedang mendirikan sebuah mushola
dirumahnya dan sedang mencari pengajar TPA.
Woah, aku pun tanpa fikir panjang,
mengiyakan tawaran ibu Emi, dan menyambutnya dengan perasaan senang dan syukur
yang luar biasa.
Fourth Miracle
Ketakutanku berikutnya adalah aku
takut jikalau nanti ketika berada di pelosok negeri, ilmu pengetahuanku tidak
akan berkembang, terutama dalam hal pengetahuan agama. Belajar agama tidak
hanya selesai dengan membaca, namun perlu teman diskusi. Kan sudah ada keluarga
Tarbiyah? Ya, memang sudah ada, namun
apakah disana akan ada anak muda yang umurnya sepantaran denganku? Yang akan
menjadi teman ngobrol dengan kesamaan ruh? Jujur, yang membuatku bahagia adalah
mempunyai sahabat yang saling mendukung dalam hal kemajuan spriitualitas,
dengan kata lain Ukhuwah.
Sudahlah, itu diluar kuasaku. Maka
aku hanya memasrahkan saja urusan itu kepadaNya.
Dan, sungguh, Gusti Allah ora sare. Aku dipertemukan dengan orang orang hebat
sepantaran aku. Mereka adalah Mba Eva, Mba Puri, Anita, Mba Lisa, dan Mbak
Selly. Cerita tentang mereka akan aku bahas di part yang berbeda.
Setahun merantau, dan entah aku
akan kesana lagi atau tidak. Tidak bisa diprediksikan, seperti tak bisanya aku
memprediksi akan bertemu dengan orang orang yang kusebut di atas. Mereka sering
kusebut sebagai orang orang yang
kudoakan kehadiranya sebelum kehadirannya yang sesungguhnya. Malinau dan Mereka
adalah sesuatu yang misterius awalnya dan menjadi kenangan yang indah pada
akhirnya. Tidak. Belum akhir. Aku masih ingin ke Malinau. Mungkin nanti kita
akan mempunyai kesempatan untuk mengukir kenangan indah lagi. Allahua’alam bi showab.
Be First to Post Comment !
Posting Komentar