Kuambil bolpoin dan secarik kertas dan kemudian kutulis cepat-cepat “Lebaran 2016 ke Malinau. Nabung dari sekarang”. Sedikit bergetar aku menuliskanya. Terbayang sosok yang sungguh baik hati di sana, dan sempat aku kecewakan. Rasanya, aku ingin segera dipertemukan dengan lebaran kembali, segera memesan tiket, dan datang kerumah itu, rumah cinta Ibu Khasanah.
Siang
itu, aku iseng melihat-lihat update-an BBM yang selama ini jarang aku liat. Aku
melihat Ibu (Panggilanku untuk Ibu Khasanah) memasang DP fotoku, foto Desi, dan
foto bapak ibu. Rasanya terharu sekali. Selama ini aku merasa aku telah
dilupakan oleh Ibu, dan ternyata tidak. Ibu pun mengingatku disana.
Aku
bukanlah orang yang pandai bercakap lewat telepon. Untuk itulah, aku tidak
pernah menelpon Ibu. Palingan hanya menyapa lewat pesan singkat saja. Aku lebih
suka menitipkan rinduku lewat doa-doaku kepada beliau. Bagiku, itu merupakan
cara yang ampuh untuk mengungkapkan rinduku.
Ibu
khasanah adalah my other mother in this
globe. Ibu yang kusandingkan namanya dengan Ibu yang melahirkanku ketika
aku menyebutnya dalam ritual setelah solat. Ibu khasanah kukenal sewaktu aku
tinggal di Malianu. Beliau adalah jawaban atas keyakinanku akan doa yang
diucapkan oleh Nabi Nuh dalam firman Allah surat Al Mukminum ayat 29.
“Ya Rabbi, tempatkanlah
aku pada tempat yang diberkahi dan Engkau adalah sebaik-baik pemberi tempat”
“Biarlah
Tami nanti tinggal dirumah Ibu, nemenin Desi”, begitulah kira kira awalnya. Ibu
Khasanah adalah orang kedua di Malinau yang menyelematkanku dari status
“pencari suaka” setelah Nenek. (Hehhe, tapi aku bukan warga suriah lho ya). Ya,
rumah nenek waktu itu akan dipugar, dan aku tidak punya ide akan tinggal dimana
setelahnya. Awalnya aku akan mencari tempat kost, namun ternyata Allah sudah
menyiapkan rencana lain, yakni tinggal bersama Ibu Khasanah.
Pertolongan
itu sungguh datang dari arah yang tidak disangka-sangka. Aku tidak pernah
membayangkan akan mendapatkan pertolongan semacam itu. Jauh sekali dari
angan-angan. Secara, aku awalnya tidak pernah mengobrol dengan Ibu Khasanah,
dan begitu pula Ibu Khasanah tidak pernah mengobrol denganku. Namun, Ibu
sepertinya percaya padaku.
Aaaargh,
aku tidak mampu melukiskan lagi saat-saat itu dengan kata-kata. Semuanya itu
sungguh magic.
Saat
ini, saat aku berada jauh dari Ibu, aku masih suka mengingat-ingat saat seru
dulu berada di Rumah Cinta Ibu Khasanah. Waktu itu aku, Desi, Bapak, dan Ibu
habis dari kondangan ketempat salah seorang tetangga. Pulangnya, kami ada
dibawain bingkisan yang salah satunya adalah telur rebus (itu
kesukaanku..hehe). Langsunglah aku makan didalam mobil. Kemudian tiba-tiba ibu
bilang “Iiiih, bau apa ini kaya bau telur busuk?”. Aku berhenti mengunyah
seketika. Ibu dan Desi menoleh kearahku, dan kami pun tertawa terbahak-bahak.
Ternyata bagi orang lain yang bukan penyuka telur rebus, telur rebus itu bau
lho..hahaha.
Kami
dulu sering melakukan hal seru bersama-sama. Di minggu pagi, kalau aku tidak
ada acara, Ibu suka mengajak untuk kepasar. Setelah itu, pasti dihari minggu
kita akan disibukkan dengan mengurusi ikan. Haha, aku sebenarnya belum pernah
berjibaku dengan ikan. Namun disana, aku belajar untuk membersihkan sisik ikan,
dan juga memotongnya. Dan udang. Desi sangat suka makan udang. Aku pun meskipun
tidak suka udang, tapi punya kesempatan untuk bisa membersihkan udang yang
lumayan menyenangkan. Selain itu, kalau tidak kepasar, ibu sering menyuruh Desi
dan aku memancing di kolam belakang rumah. Apakah kalian tau bahwa aku tidak
pernah memancing bahkan memegang alat pancing sebelumnya? Iya, disanalah
pertama kalinya aku memancing. Sudah dipastikan, aku tidak mendapat satu pun
ekor ikan. Hahaha.
Di
suatu hari libur, Ibu dan keluarga mengajak keluarga besarnya untuk bermain ke
Semolon. Semolon adalah salah satu tempat wisata di Malinau yang mengagumkan.
Jalan menuju lokasi wisata luar biasa. Kita bisa melihat pemandangan pegunungan
yang masih asri. Bahkan kita diajak pula untuk menikmati jalan yang belum jadi.
Sedikit seperti off-road. Untuk
itulah, tidak sembarang kendaraan bisa kesana. Sampai disana, semua perjalanan
yang cukup menguras waktu terbayar dengan pemandangan Semolon yang elok. Air
nya jernih mengalir ditengah-tengah hutan. Panas terik tidak terasa di kulit
karena ditutupi pepohonan yang sangat rindang. Setelah puas bermain air, kami pun
pulang. Aku sudah keringat dingin duluan, terbayang harus melewati jalan yang
berliku (lagi). Hehehe. Benar saja, bahkan jalan pulang tidak semulus
perjalanan berangkat. Banyak korban yang berjatuhan. Maksudnya? Satu persatu
para penumpang mobil muntah tidak kuat menahan gonjangan mobil yang
membabi-buta. Bagaimana denganku? Aku, sudah dalam kondisi krisis sebenarnya.
Aku pucat. Keringat dingin mencucur terus. Namun, aku berlagak “I am OK”.
Hihihi. Syukurlah benteng pertahananku tidak roboh. Aku tau, jika aku muntah,
maka aku akan muntah terus, tidak akan hanya sekali. Hehe. Sampai dirumah, aku langsung masuk kamar, dan menggosok perutku dengan balsem. Lega rasanya.
Setelah
itu, aku berjanji, jika ada yang mengajakku untuk pergi ke Semolon, aku dengan
gagah berani akan mengatakan “Tidak, terimakasih”. Iya benar, ada dua tawaran
yang mengajakku kesana setelahnya, dan aku berhasil menolaknya. Hahaha.
Selain
itu, ibu senang sekali memasak. Dan, sebagai perempuan kebanyakan, aku pun suka
memasak. Alhasil, disana kami sering memasak porsi besar. Yang paling aku ingat
adalah ketika dirumah ada syukuran kelulusannya Desi dan juga akan melepas Desi
kuliah. Ibu mengundang beberapa kerabat untuk datang kerumah. Kami memasak
bakso, opor ayam, salad buah, dll. Pas acara dimulai di malam harinya, aku
menggantikan Ibu untuk menunggu kuah bakso di dapur yang lumayan laris.
Sampai-sampai kuah baksonya habis, pun juga bumbunya. Akhirnya, ala kadarnya
ibu menyuruh untuk menambahi air dan dikasih bumbu instan bakso. Rasanya tidak
kalah menarik. Tetap enak saja, dan para penikmat hidangan pun suka. Horeeeeee…
Tidak
akan cukup pastinya jika aku bercerita tentang sebuah keluarga dan rumah,
karena kedua hal itu adalah bagian terpenting dalam hidup kita. Dan keluarga
adalah hadiah paling indah yang diberikan kepada kita. Disanalah kita memulai,
dan disanalah kita akan kembali. Satu lagi, keluarga itu tidak melulu didasarkan kepada ikatan darah, namun keluarga itu adalah kumpulan ruh yang sama yang sudah di satukan olehNya sebelum kita lahir di dunia ini.
Be First to Post Comment !
Posting Komentar