Sedekah untuk Donggala: Cerita Penggalangan Dana Siswa


via Pexel
Oktober - Desember 2018 adalah waktu sibuk di tempat saya bekerja. Tiap hari harus lembur, berangkat jam 07.30 dan pulang minimal jam 21.00. Tak jarang weekend harus masuk kerja. Waktu habis untuk mengerjakan pekerjaan saya. 

Apa yang saya rasakan? Tidak ada. 
Karena saya membayangkan diri sendiri seperti robot. Tidak ada perasaanya sama sekali.
Jika tidak dikawal hati agar niatnya diperbaiki, maka sudah sungguh saya merugi. 

Bisa dibayangkan saya jarang bersosialiasi sama orang. Hape harus saya matikan karena jika hape nyala saya tidak bisa berkonsentrasi bekerja. Saya jarang wa nan (ya karena ga ada yang wa). Jarang pula ada yang menelpon. Duuuh, syedihnya. 

Sampai suatu malam ada kawan saya menelpon. Namanya Mbak Hajar. Kami telponan lama sekali. Satu jam-an. Membicarakan hal penting hingga yang tidak penting. 

Beliau bercerita tentang penggalangan dana yang dilakukan di sekolahnya. Sasaranya adalah murid-murid dan guru-gurunya (red: semua warga sekolah). Kepala sekolah Mbak Hajar mengatakan kepada Mbak Hajar begini, "Bu, nanti anak-anak di kelasnya digerakkan untuk menggalang dana buat Donggala ya. Minimal sekelas sejuta yak". Tentu Mbak Hajar menganggap kepala sekolahnya itu hanya berkelakar mentarget segitu. Mana mungkin kelas yang hanya berjumlah 18 orang bisa sampai segitu. Mbak Hajar asal saja menjawab "Ya Pak". 

Langsung deh Mbak Hajar memangggil ketua kelas dan menyuruh untuk menggalang dana.
Tidak lama, sang ketua kelas sudah kembali dengan membawa hasil galangan dananya tersebut. 

Stupendous!
Mbak Hajar kaget dengan isi amplopnya. Warna uangnya hanya merah dan biru.
Setelah dihitung, jumlah totalnya adalah 1,5 JUTA.
MasyaAllah. Luar biasa. Uang segitu kalau dibagi 18 anak, bisa tau sendiri kan rata-rata per anak menyumbang berapa?
Padahal, mohon maaf, untuk kelas yang lainya saja tidak lebih dari 200ribu.

Well, sedekah tidak dipaksa.
Namun, bukan itu pointnya. 
Anak-anak kelas tersebut rasa sosialnya tinggi. Mereka tidak peduli tanggal tua. Mereka tidak peduli entah nanti makan apa. 

Yang saya lihat, mereka hanya peduli tentang ridho Allah ta'ala. 

Barakallahu fiik.

Be First to Post Comment !
Posting Komentar