Pintu Modal Bagi Para Pejuang Hidup



Siang itu setelah menunaikan sholat dhuhur, bel istirahat kantor berbunyi. Saya tidak biasa makan siang. Namun lebih suka memanfaatkan waktu untuk tidur di perpustakaan. Rasanya merebahkan badan di lantai itu lebih bisa memulihkan energi ketimbang makan siang. Apalagi jika karpet lantainya empuk dan AC menyala sempurna. Sungguh menjadi kenikmatan hakiki untuk seorang pekerja seperti saya. 

Saya pun bersiap meluruskan seluruh tubuh. Handphone ditaruh di saku. Kedua telapak tangan saling bertumpuk di atas perut. Mulut ini sudah akan mulai beristighfar sebagai wirid pengantar tidur. Tiba-tiba handphone bergetar. Tanda pesan WA masuk. Hati saya girang karena yang menghubungi adalah adik tingkat waktu kuliah yang lama tidak bersua. Dia menanyakan kabar dan mengatakan merindukan saya. Ah, menggembirakan sekali bukan?

Astuti Wally namanya. Orang Ambon asli dan sangat memperhatikan urusan dakwah. Dia fokus dalam membina anak-anak menghafal Al Qur’an. Saya akui, ketika dulu masih bersinggungan dengannya, hafalan dia amat bagus. Tenang dan tenteram hati ketika mendengar dia melantunkan ayat-ayat suci Al Qur’an.

Sekarang dia dan suaminya mengurus Rumah Tahfidz di Ambon. Itu adalah Rumah Tahfidz pertama di daerahnya dan lembaga itu mereka dirikan secara mandiri, tanpa bantuan dana dari manapun. Ya kalau ada yang membantu tentu tidak ditolak.

Siang itu, Astuti menceritakan idenya untuk membangun bisnis di daerahnya. Tempat Astuti memang pelosok dan belum berkembang. Dia butuh modal dan memerlukan pinjaman. Tentu dia mencari sumber pinjaman modal yang tidak ada ribannya. Dia mencari suatu lembaga atau perorangan yang mau meminjami dirinya modal dan bisa dicicil cara pengembaliannya tanpa ditarik bunga sepersenpun.

Ahaaaa! Ketika Astuti mengatakan itu, saya tertiba keingat akan mimpi yang terpendam. Saya pernah mempunyai angan-angan untuk menjadi orang (red: keluarga) yang berdaya. Ketika ada orang yang datang kepada saya untuk pinjam modal, maka saya akan memberikannya untuk mereka. Tentu tidak gratis. Harus dikembalikan uangnya dengan cara mencicil. Akan ada surat perjanjiannya dan besarnya cicilan dalam sebulan. Adakah bunga? Tentu tidak ada. Hal itu dilakukan semata-mata karena ingin mencari ridho Allah, membantu orang, dan meraih berkah.

Bismillah. Hari ini saya kembali menyalakan mimpi tersebut. Dimulai detik ini saya bermohon kepada Allah agar selalu diingatkan akan mimpi itu dan memberi taufik hidayah untuk merealisasikan impian menjadi pintu modal bagi para pejuang hidup.

Klaten, 17 April 2019

Be First to Post Comment !
Posting Komentar