Saya
sependapat dengan pendapat Prof. Syafi’ai dalam artikelnya yang berjudul "Di
Bengkel Itu ada Ayat Allah" di Harian Kompas. Beliau mengatakan bahwa tidak perlu kita mencari cari
dimana sih kita mencari cari Tuhan dengan menguasi theory big bang ataupun
menbaca buku karya Fisikawan Inggris, Stephen Hawking yang berjudul A Brief
History of Time. Menurut beliau, Ayat Allah bisa dijumpai pada peristiwa atau
fenomena alam yang sifatnya sangat sederhana.
Pagi
itu beliau pergi ke sebuah bengkel di dekat rumahnya untuk membenahi sepeda yang sedikit ada masalah. Bengkel itu ada di Yogyakarta. Disitu, beliau
bercerita, di bengkel tersebut, Si Tukang bengkel sedang membenahi sepeda anaknya. Dan ketika itu anak Si Tukang Bengkel meminta dibelikan es krim, namun
Bapak Si Tukang Bengkel mengatakan bahwa tidak usah saja karena es itu nanti
bikin batuk. Dan anaknnya tidak meronta sama sekali malahan menerimanya dengan tersenyum.
Adalah Ayat Allah tentang Kepatuhan disitu. Kemudian, Bapak Tukang Bengkel
tersebut juga tidak mematok harga yang mahal untuk sebuah ongkos tambal ban dan
service sepeda padahal Bapak Tukang Bengkel tersebut hidup di kota modern yang
bisa saja mematok harga yang lebih dari itu. Prof. Syafi’I juga menambahkan
bahwa Bapak Tukang Bengkel tidak mau untuk menjual bensin meskipun peluang
untung sangat besar dengan alasan beliau tidak ingin merebut rejeki teman
sebelahnya yang berjualan bensin. Adalah ayat Allah disitu rezeki teman jangan
direbut, sekalipun peluang untuk menambah pendapatan terbuka lebar.
Di
pagi hari saya membaca tentang pengalaman Prof. Syafi’I, sorenya saya menemukan
ayat Allah di seorang keluarga tukang bengkel di sini, Malinau, Kalimantan
Utara. Rutinitas di sore hari saya adalah mengajar TPA. Perjalanan dari rumah
sampai dengan lokasi TPA saya tempuh dengan menggunakan sepeda. Sepeda tersebut
bukan milik saya, melainkan milik seorang keluarga yang mengelola TPA .Sore itu sepeda itu agak rewel. Entah kenapa setiap kuayuh maka akan ada bunyi
“nguk nguk” dari ban bagian belakang. Sampai sampai orang pada noleh ketika
saya lewat mendengar suara sepeda yang kupakai itu. Saya yang tidak tau menau
masalah sepeda langsung berfikir cepat saja untuk pergi ke sebuah bengkel yang
berada di dekat TPA. “Pak, permisi, apakah bisa membenahi sepeda saya? Ada
suara nguk nguk dibagian belakangnya?”, tanya saya pada Bapak tukang bengkel
itu. “Bisa Mbak”, jawab bapak itu. Saya lihat sedang ada banyak motor yang
antri untuk service disana, maka saya memutuskan untuk pergi ke TPA dulu dan
akan mengambilnya setelah pulang dari TPA.
Saya
sedikit mengenal keluarga itu. Bapak tersebut adalah warga baru disitu, baru
kira kira 5 bulan, rantauan dari Jawa bersama ketiga anaknya dan seorang
istrinya. Sesampainya di kampong tersebut, beliau langsung mendirikan gubuk
kecil dipinggir jalan dan sekaligus sebuah bengkel kecil kecilan. Hanya terdiri
dari ruang depang yang berfungsi untuk ruang tamu sekaligus tempat penyimpanan
alat alat bengkel yang kurang lebih luasnya 3 x 2. Diruang tengah sepertinya
adalah ruang bersama sekaligus ruang tidur yang besarnya kurang lebih sama, dan
dibagian belakang ada satu ruang kecil yang kemungkinan adalah ruang dapur.
Kamar mandi terletak dibelakang terpisah dari rumah. Saya tidak tau pasti,
hanya melihat sekat sekat ruangnya dari jalan saja. Dan, istrinya meninggal dua
bulan yang lalu. Bapak Tukang Bengkel tersebut sekarang adalah seorang single
parent. Anak anaknya masih kecil, yang paling besar kelas 1 SMP, nomor dua
kelas 3 SD, dan yang terakhir adalah berumur 3th.
“kring
kring”, bunyi bel sepeda. Saya menoleh. Hah, anak lelaki itu. “Ya Ampun dek,
makasih banyak ya sudah diantarkan. Berapa dek biayanya?”, tanya saya. “Tidak
usah Bu”, jawab si Anak Lelaki tukang bengkel tersebut. “Hah,,jangan dek,
berapa?”, desak saya. “Ga usah bu. Tadi rujinya yang bengkok”, jawab dia
pendek. “Ya lah,,terimakasih ya Dek”, jawab saya.
Glek.
Ayat Allah terbentang lagi. Ketulusan. Semangat persaudaraan dan saling tolong
menolong. Tidak materialistik. Saya tersentuh melihat keluarga tersebut. Sangat
bersahaja. Tidak serakah. Selalu merasa cukup. Selalu merasa yakin bahwa
bersedah tenaga tidak akan mengurangi rejeki yang diberikan olehNya. Kalau para
koruptor koruptor itu membaca Ayat Allah ini, apakah mereka tidak malu? Mereka
yang berpendidikan, namun perilakunya tidak berpendidikan.
#2013
#Malinau
#Suatu sore
Be First to Post Comment !
Posting Komentar