Journay to Happy
Dieng adalah kota yang menjadi daftar kota yang sangat ingin saya kunjungi
di tahun 2014. Dan, kumasukkan nama daerah itu pada buku catatanku pada tanggal
Senin, 20 Oktober 2014 bertempat di perpustakaan sekolah di lokasi PPL saya,
SMA N 6 Yogyakarta. Saya tidak tau bagaimana bisa mewujudkannya, bagi saya yang
penting saya tuliskan dulu. Kedengaranya sangat tidak mungkin karena parter
traveling saya sudah pernah kesana, dan sampai akhir tahun 2014 mereka tidak
ada waktu untuk cuti bekerja. Namun, who knows? Selalu ada keajaiban dalam
hidup saya.
21 Oktober 2014, saya ikut nimbrung teman teman PPL saya yang sedang
membicarakan suatu hal. Dan, ternyata mereka sedang membicarakan tentang
wisata. Yuli, salah satu teman saya, mengatakan bahwa dia ingin sekali pergi ke
Dieng. Wow, saya hampir lupa kalau saya punya keinginan pergi ke Dieng. Ketika
mendengar kata itu, saya langsung sepakat dengan usulan Yuli. Dan yang lainya
langsung menyepakatinya. Kemudian kami semua berembuk untuk teknis
keberangkatan dan juga waktu yang tepat untuk merealisasikan rencana tersebut.
“My heart was really going”. :D :D
Akhirnya disepakti untuk berangkat pada tanggal 1 November 2014 pada pukul
00.00. Kami memilih waktu tersebut agar nanti bisa pas menyaksikan matahari
terbit di Sengkunir. Tidak semua dari kami berangkat, Indri, Irma dan Ali tidak
berangkat dikarenakan tugas kedinasan yang tidak dapat ditinggalkan, kuliah.
Kwkw. Tina, Ito, dan Niluh hampir tidak berangkat karena mereka agak ragu untuk
membolos. Namun saya dan lainya (Ummah, Lina, Mba Anis, Yuli, Mustofa), sangat
yakin untuk membolos. Kwkwkw.
Kenapa saya begitu menginginkan mendatangi tempat itu? Pesona Dieng sungguh
menakjubkan. Kawasanya yang berada 2000m di atas permukaan laut, membuat tempat
ini sangat sejuk dan dipenuhi awan awan. Tidak heran jika tempat ini dijuluki
dengan tempat bersemayamnya dewa dewi. Dataran tinggi Dieng juga merupakan
dataran tertinggi nomor dua di dunia setelah Nepal. Tempat ini juga kental akan
sejarah pada zaman kehidupan kerajaan kerajaan Hindu sehingga terdapat banyak
candi candi yang berada di sana.
Dan akhirnya kami berangakat satu jam lebih dari waktu yang telah
direncanakan. Dengan menggunakan mobil travello yang dikendarai dua sopir,
Erwin dan Khoirul, kami berjalan dengan perasaan suka cita. Kami bernyanyi,
berbincang, dan akhirnya mulai untuk tidur. Belum sampai tidur nyenyak, dan
belum ada satu jam perjalanan, kami mengalami sedikit kendala. Mobil macet, dan
akhirnya ada api keluar dr dalamnya. Kaget kah kami? Takutkah kami? Ya, kami ketakutan.
Kami menghubungi yang punya rental. Setelah beberapa jam berkutik dengan mobil,
akhirnya kami mendapat kompensasi dengan diberikan dua mobil baru. Asyiik, di
balik bencana, pasti ada rahasia kenikmatan yang luar biasa. Kwkwkw. Kami
akhirnya bisa melanjutkan perjalanan dengan lebih nyaman, dan kamipun bisa
tidur pulas.
Subuh,2 November 2014, kami sudah sampai Wonosobo, namun belum sampai di
Diengnya. Kami memilih untuk tidak terburu buru, dan tidak nggoyo untuk mengejar matahari terbit. Bagi kami yang penting
selamat. Hag hag. Dan, inilah destinasi kami.
Dua mobil kami terpakir diantara puluhan mobil
yang memadati desa tertinggi di Indonesia itu. Kami berjalan melawan arus.
Maksudnya? Yah, orang orang sudah pada mau pulang, dan kami baru datang. Karena
hari itu adalah hari libur, Minggu, maka tak heran jika jalanan padat merapap.
Saya dan kawan kawan sudah tidak tahan untuk melihat Singkunir itu sebenarnya
seperti apa. Kami langsung cap cus jalan. 15 menit, nafasku sudan terengah engah,
dan tanda tanda Singkunir belum juga ada. Saya belum tau Singkunir itu seperti
apa. Belum sempat mengeceknya. Setelah berjalan, kami menemukan seperti danau
di sisi kanan kami, dan ada belasan tenda yang camping disana. Kata Erwin, ya
enaknya nanti kalau dataang kesini lagi, kita bermalam di tenda, baru subuhnya
kita naik ke atas untuk menunggu matahari terbit. What? Naik? Yah, ternyata
benar. Kami harus menaiki dinding dinding pengunungan. Traumaku. Well, tapi
gimana lagi, sudah sampai sana. Dengan sangat pelan pelan, saya menaiki tangga
tangga itu. Dan, akhirnya semua terbayarkan dengan pemandangan yang menyejukkan
mata. And, here we are, Singkunir.
2.
Telaga Warna
Setelah kami puas dengan pemandangan di Singkunir,
kami melanjutkan perjalan ke Telaga Warna. Woaah, ini tempat yang sungguh saya
idamkan. Menurut referensi yang saya baca di media sosial, Telaga Warna atau
Telaga Pengilon adakah tempat yang mempunyai fenomana alam yang unik karena air
dari telaga tersebut bisa berubah ubah. Terkadang telaga ini bewarna hijau, dan
kuning atau berwarna warni seperti pelangi. Telaga warna berada di ketinggian
2000m di atas permuakaan air laut, dan dikelilingi oleh bukit bukit tinggi yang
menambah keindahan alam sekitar telaga warna. Konon, tempat ini dahulunya
digunakan untuk mengaca atau nggilo para bidadari.
Namun, ketika sampai sana, kami dikagetkan dengan
kondisi air yang menyusut, lantaran kemarau. Lah, lah, lah,,itulah respon saya.
Meskipun demikian, pesona alamnyanya cukup untuk menghibur kami semua.
3.
Candi
Ini tempat adalah lokasi wisata yang saya idam
idamkan setelah Telaga Warna. Kenapa? Karena saya ingin berfoto dengan
teletubies. Kwkwkw.
Ini adalah kawasan candi arjuna, peninggalan dari
dinasji Sanjaya, dinasti yang beraliran agama Hindu. Di kawasan ini banyak
terdapat candi candi dengan nama namanya tersendiri. Yang unik adalah candinya
berukulan kecil kecil, sekitar 4m.
Untuk masuk ke lokasi ini, kami dikenakan
retribusi sebesar 10k/orang sekaligus bisa digunakan untuk tiket masuk Kawah
Singkadang.
Karena kami dikejar waktu, akhirnya kami hany
sebentar saja menikmati kawasan wisata ini. Dan berlanjut ke Kawah Singkadang.
4.
Kawah Singkadang
Di Dieng ini, kami tidak memerlukan banyak waktu
untuk menuju kawasan wisata yang satu dengan yang lainya karena memang
lokasinya berdekatan. Dari kawasan candi Arjuna menuju Kawah Singkadang, waktu
yang dihabiskan hanyalah sekitar 5 menit. Jangan lupa memakai masker jika
berkunjung kesana, karena bau belerangnya sangat menyengat.
Kawah Singakdang ini terkenal karena lubang
keluarnya gas yang selalu berpindah pindah dalam suatu kawasan luas. Dari
karakter inilah namanya berasal, karena penduduk melihatnya berpindah pindah
seperti Kijang, (Kijang= Kidang dalam
bahasa jawa).
Well, itulah perjalanan kami dalam sehari di Dieng. Biaya yang kami
keluarkan tidaklah banyak. Setiap orang hanya mengeluarkan uang sebesar 100rb.
Cukup untuk biaya transportasi mewah, biaya retribusi, dan makan.
Untuk kawan kawanku di PPL PPG SM3T UNY 2014 di SMA N 6 Yogayakarta,
terimakasih sudah menjadi bagian dalam momen kebahagiaan dalam hidupku. Terimakasih
untuk menjadi jembatan pada salah satu harapanku. See u. #JournayToHappy #NeverEndingTraveling
Be First to Post Comment !
Posting Komentar