Sepertinya hal itu memang
benar ketika orang mengatakan bahwa cinta itu buta dan cinta itu tidak bisa
dilogika. Berkaitan dengan pernyataan itu, aku ingin berbagi cerita tentang
kisah cinta pakde dan bude yang menurutku sangat romantis dan jarang
jarang ada di atas bumi pertiwi ini.
Dahulu kala,
sewaktu aku belum lahir, dan bahkan bapak ibuku belum menikah, beliau berdua
memadu kasih. Mereka berdua saling suka dan akhirnya terjalinlah hubungan pacaran.
Hari hari remaja mereka jalani berdua, sampai akhirnya Pakde memutuskan untuk melamar bude. Namun, jaman dulu agaknya sangat kapitalis
dan matrealistis, jadi pada waktu Pakde melamar bude, dia
langsung ditolak oleh Simbah lantaran pakde itu orang miskin.
Haha…mungkin bukan jaman yang harusnya aku salahkan, tapi simbah mungkin
yang menjadi sebab mereka tidak menikah. Yah,,,atau mungkin mentok mentoknya ya
Takdir. :P
Pada waktu itu Pakde menerima penolakan begitu saja Karena pada waktu itu sikap patuh
atau tanzim adalah yang menjadi junjungan masyarakat kepada orang tua. Berbeda
pada jaman sekarang, ketika tidak diperbolehkan untuk menikah, maka kawin lari
atau perdukunan pun akan menjadi pintu gerbang emas yang pertama dan terkahir
ditempuh.
Waktu berjalan
seperti kodratnya. Tidak berhenti meskipun pakde dan bude mengalami sakit
hati yang luar biasa. Mereka harus berpisah lantaran bude dijodohkan
dengan orang pilihan simbah. Yah, memang, mereka berdua hidup di jaman Siti
Nurbaya. Kata Shakespeare, “Kehilangan orang yang dicintai adalah sangat
mematikan”. Yah, mungkin sekali bude dan pakde sudah tidak mau hidup lagi
pada waktu itu.
Waktu berlalu,
akhirnya mereka harus menjalani keputusan itu. Bude harus menjalani hidup
bersama suaminya, dan Pakde akhirnya juga memutuskan untuk menikahi gadis lain.
Aku penasaran dengan keputusan mereka untuk ikhlas dengan kondisi itu. Akhirnya
aku mewancarai Pakdeku. “Pakde, kenapa dulu pakde menikahi gadis lain? Padahal
kan pakde masih suka sama bude.”, tanyaku dengan nada gemes. Beliau menjawab,
“Cinta itu ga harus memiliki nduk. Nanti nek memang jodoh nek yo ketemu meneh”.
Selain itu pakde juga mengaku kalau waktu berkeluarga pun rasa cinta pakde ma
bude tidak hilang. Begitu pula sebaliknya.
Waktu berjalan lagi
untuk membuka tabir tabir keputusan Tuhan. Istrinya pakde meninggal. Tidak lama
kemudian Suaminya bude juga meninggal. Pakde dan Bude waktu itu posisinya sudah
mempunyai cucu lebih dari dua.
Pasca hari
bergabung suaminya Bude, Pakde mendengar berita itu. Pada waktu lebaran, mereka
berdua bertemu ditempatku. Tempat yang dulu menjadi tempat mereka bertemu. Aku kurang tau apa yang mereka bicarakan. Namun, tidak lama setelah itu, mereka
menikah.
Hampir 30 tahun
mereka berpisah dan tidak ada komunikasi antara keduanya. Namun, perasaan itu
ternyata masih ada didalam hati Pakde dan Bude. Perasaan itu tidak dibuang,
namun perasaan itu tersimpan. Selama 30 tahun, mereka berusaha untuk
menghilangkan perasaan cinta tersebut. Namun, mereka tidak bisa. Akhirnya mereka
memutuskan untuk menepiskankanya. Selama 30 tahun, mereka membiarkan perasaan itu ada dalam hati
hati mereka. Mereka tidak menyiramnya pun tidak memupuknya. Intinya, Kalau sudah jodoh, tak kan lari kemana.
Eaaa.
Be First to Post Comment !
Posting Komentar