Nasihat Hari Ini

Ilmu terbaik adalah ilmu yang diamalkan.
Begitulah kiranya yang sering saya dengar.

Pagi ini, alhamdulilah, beberapa nasihat saya dapatkan dari orang-orang sholih.

Pertama adalah tentang terus berbaik sangka terhadap saudara sendiri. Meskipun seandainya ada saudara kita yang naik ke atas bukit dan mengatakan "Aku adalah Tuhan kalian", maka kita tetep terus berprasangka baik bahwa orang itu sedang melantunkan ayat Al Qur'an.

Kedua adalah tentang mendatangi Allah dengan kesungguhan. Jika ada masalah, larinya ke Allah. Jangan ke hape. Jangan ke yang lain. Dekatilah Allah dengan cara-cara yang baik. Dekati dengan sholat dan amal-amal lainya. Solatlah dengan pakaian terbaik. Berdoalah setelah melakukan amal sholih. Doa dengan kesungguhan dan keikhlasan.

Bismiillah, hari ini saya akan memaksa diri saya untuk berbaik sangka dengan orang dan mendatangai Allah dengan kesungguhan.

Semoga kalian hari ini diberikan semangat untuk terus berbenah.

Suami Seakidah

Bismillah.
Sabtu lalu ada teman saya menginap di rumah. Sebut saja namanya Anastasia. Orangnya pinter. Dari sejak SD hingga kuliah, dia selalu menjadi juara. Dia suka mengobrol. Kalau mengobrol denganya, pasti sudah sampai mana-mana. Ga kenal waktu. Bisa sampai subuh begadangnya. Seru deh pokonya.

Namun, ada yang membuat saya rada terhenyak pada obrolan kemarin. Tiba-tiba dia mengatakan seperti ini, "Aku ga suka kalau apa-apa langsung dikaitkan dengan azab. Ada gemba, dikira azab. Ada tsunami, dikira banyak orang lupa diri."

Hmmm, berbeda dengan keyakinan saya sih. Ya dari segi science, gempa itu sudah menjadi gejala alamiah. Namun, dibalik itu, saya tetap meyakini bahwa an earthquake is a warning for human being.

Saya ga ambil pusing dengan pendapat teman saya tadi. Wong dia hanya teman saya. Ga hidup serumah. Ga sering WAnan. Beda akidah ya tidak masalah.

Yang saya kemudian berfikir adalah tentang suami. Suami itu kan belahan hati yak. (Kwkwkwkw).
Suami itu adalah harapan untuk membimbing kita menuju surgaNya. Sampai mati ya cuma sama dia. Saya berharap suami dan saya mempunyai akidah yang sama. Kita sama-sama menjadikan Allah sebagai tujuan akhir hidup ini. Kita sama-sama mengerjakan perintahNya dengan maksimal (dengan guideline Al Quran dan Sunnah). Pun juga berjuang untuk tidak melakukan apa yang dilarang.

Ada teman saya namanya Kiki. Dia sadar betul bahwa orang yang beriman itu pasti diuji. Therefore, pas sebelum nikah, harapan dia adalah begini "Apapun masalah yang dihadapi nanti, aku pengenya dihadapi berdua sama suamiku. Tidak satu-satu".

Teman saya bernama Dita mengatakan begini, "Sepasang suami istri itu adalah ibarat satu team. Mereka harus kompak."

Allhualam.

Hati yang Mulia


"Tami mau gendong si adek?"

"Boleh. Tak pangku aja ya", ucapku.

"Iya gpp. Kamu tau Tam, sekarang adek genap berumur 4 bulan"

"MasyaAllah. Tabarakallah. Doa apa yg kamu panjatkan untuknya?", tanyaku.

"Semoga ia tumbuh menjadi orang yang berhati mulia dan bermanfaat untuk sesama."

Kita Berperasaan Sama

Kau merasa jenuh, ya aku pun juga merasakanya.
Kau merasa "Kok tiba-tiba udah pagi aja". Hu um, I feel so.
Kau merasa hidupmu kosong. Yeah, itu juga sedang kualami.
Kau merasa mual dengan rutinitas kerjamu. Iya, kita berada pada titik yang sama.
Kau merasa "Usaha apa lagi yang meski kulakuin". Yup, I do feel it.

Angry



When I am angry, I don't write.
When I am angry, I keep silent.

Kuat dan Gak Kuat

Suatu hari setelah pulang kerja aku membuka WA,
"Kamu udah ga kuat ya?", tanyanya.

"Ya kan manusia itu lemah", jawabku.

"Udah ga kuat ya?", desakmu.

"InsyaAllah kuat. Ada Allah.", tegasku.

"Denganku, kau tak perlu pake topeng. Kamu manusia biasa. Katakan saja jika tidak kuat. Lemah itu bukan berarti kalah.", jelasmu. 


*Percakapan random dengan seorang teman.

Batik

Kau tau
Aku selalu membayangkan dirimu memakai kemeja batik
Dan, kamu kelihatan menawan dengan baju batikmu

Antara Pakaian dan Hati

Di antara hari kerja, hari yang saya suka adalah hari Rabu. Karena hari Rabu seragamnya warna hitam untuk atasan dan bawahan. Kerudungnya sebenarnya warna merah, namun saya ganti sendiri dengan warna abu-abu polos.

Entah mengapa, hati saya merasa tenteram ketika mengenakan pakaian warna hitam, abu-abu, biru dongker, dan sejenisnya. Rasanya hatinya semeleh. Tidak neko-neko.

Rejeki Tukang Burjo

Burjo adalah makanan yang sangat jarang saya beli. Selama merantau dari kuliah hingga sekarang, saya hanya sekali membeli burjo. Bukan tidak suka, namun tidak begitu minat karena teksturnya yang suka bikin kenyang dadakan. 

Pagi itu saya berniat untuk membeli burjo.Dari tempat tinggal saya ke tempat kerja, saya biasanya melewati tiga gerobak penjual burjo. Yang satu dekat sekali dengan kost, yang satu ditengah-tengah, dan yang satu yang paling deket dengan kantor. Tentu saya berniat untuk membeli yang terdekat dengan kost. Toh saya belum pernah mencoba mencicipi semuanya. 

Qadarullah, si bapak tukang burjo deket kost tidak jualan. Maka saya langsung mengambil alternatif untuk membeli ke bapak tukang burjo yang ada di tengah-tengah. Alhamdulilah, bapaknya juga tidak jualan. Opsi terakhir adalah yang paling mendekati kantor. Alhamdulilah, bapaknya jualan.

Si bapak ramah. Si bapak memberikan alternatif cara makan burjo. Katanya, di makan saat panas enak. Pun saat diberi es juga enak. Si Bapak tersenyum dan memberikan burjonya kepada saya. Senyum bapaknya tenang dan terlihat begitu mensyukuri hari itu. 

Oh ya, kenapa tiba-tiba saya ingin makan burjo?
Karena pada malam harinya saya mimpi makan burjo.

Big Dream

Di sebuah ruangan meeting di kantor.
Aku duduk dengan salah seorang senior.
Tiba-tiba beliau bertanya seperti ini,
"What is your big dream, Tami?".

Hmmm.Aku tak menjawab. Namun malah bertanya kepadanya.
"What about you?"

"Get married", jawab beliau.

Menikah. Hmm, saat ini bukan itu yang menjadi impianku. Jujur. Bukan itu. Namun aku sedang melihat ke hati ini. Ingin kujawab "Ingin selalu mempunyai hati yang bersih sampai nanti meninggal. Qalbun salim". Tetapi tidak sampai kalimat itu keluar. Yang keluar hanyalah,

"I don't know"


:) :) :)

Kabarku Hari Ini

Apa kalian ingin tanya kabarku?
Maaf, sebelumnya karena tidak pernah berkirim kabar.
Aku tidak sedang baik-baik saja.

Hidupku sedang berantakan.
Ya, hidupku sedang berantakan.

Persis kubayangkan seperti badai tsunami yang baru datang.
Semua daratan menjadi luluh lantah tak beraturan.

Memang waktunya harus berantakan.
Agar aku tau mana salah yang telah aku kerjakan.
Ya, aku mengaku salah untuk semua apa yang sudah terjadi. 

Hidupku sedang berantakan.
Namun aku tidak menghendaki selamanya menjadi berantakan.

Setelah ini, aku akan memperbaiki hidupku.
Aku akan mulai menata kembali.
Aku akan semakin jeli.
Aku akan semakin teliti dan rendah hati.

Bismillah,
Dengan menyebut Rabb yang Maha Tinggi
Aku niatkan berubah mulai hari ini
Menyelesaikan semuanya menjadi lebih rapi

Hujan Bulan September Adalah Hadiah


Bismillah.

Aku suka jalanan sepi.
Aku tidak suka hingar bingar.
Pun aku kurang suka menjadi terkenal.

September adalah musim panas di kota saya tinggal.
Sudah berbulan-bulan tidak turun hujan.
Gersangnya tidak karuan.
Panasnya membuat keringat terus bercucuran.

19 September hujan turun di kota Surakarta untuk pertama kali.
Hujan pertama kali setelah tanggal 30 Juni.
Hujanya deras sekali. Tidak hanya gerimis seperti di bulan Juni.
Aku berfikir pastilah mulai hari itu musim sudah akan berganti.

Eit, tapi tidak.
Berminggu-minggu setelahnya tidak ada hujan yang turun kembali.

Aku jadi ingat sesuatu.
Tanggal itu adalah hari ulang tahunku.
Aku berdoa semoga hari itu tidak ada orang yang mengingatku.
Aku hanya ingin tenang bersama Rabbku.

Aku bahagia.
Hujan turun di waktu yang sudah mulai senja.
Tanpa ada tanda-tanda hujan akan tiba.

Hujan adalah tanda cinta.
Begitu yang aku baca di kumpulan sabda-sabdaNya.
Aku mengucap syukur tak henti-hentinya.


Solo, 5 Oktober 2018
 

Sedekah untuk Donggala: Cerita Penggalangan Dana Siswa


via Pexel
Oktober - Desember 2018 adalah waktu sibuk di tempat saya bekerja. Tiap hari harus lembur, berangkat jam 07.30 dan pulang minimal jam 21.00. Tak jarang weekend harus masuk kerja. Waktu habis untuk mengerjakan pekerjaan saya. 

Apa yang saya rasakan? Tidak ada. 
Karena saya membayangkan diri sendiri seperti robot. Tidak ada perasaanya sama sekali.
Jika tidak dikawal hati agar niatnya diperbaiki, maka sudah sungguh saya merugi. 

Bisa dibayangkan saya jarang bersosialiasi sama orang. Hape harus saya matikan karena jika hape nyala saya tidak bisa berkonsentrasi bekerja. Saya jarang wa nan (ya karena ga ada yang wa). Jarang pula ada yang menelpon. Duuuh, syedihnya. 

Sampai suatu malam ada kawan saya menelpon. Namanya Mbak Hajar. Kami telponan lama sekali. Satu jam-an. Membicarakan hal penting hingga yang tidak penting. 

Beliau bercerita tentang penggalangan dana yang dilakukan di sekolahnya. Sasaranya adalah murid-murid dan guru-gurunya (red: semua warga sekolah). Kepala sekolah Mbak Hajar mengatakan kepada Mbak Hajar begini, "Bu, nanti anak-anak di kelasnya digerakkan untuk menggalang dana buat Donggala ya. Minimal sekelas sejuta yak". Tentu Mbak Hajar menganggap kepala sekolahnya itu hanya berkelakar mentarget segitu. Mana mungkin kelas yang hanya berjumlah 18 orang bisa sampai segitu. Mbak Hajar asal saja menjawab "Ya Pak". 

Langsung deh Mbak Hajar memangggil ketua kelas dan menyuruh untuk menggalang dana.
Tidak lama, sang ketua kelas sudah kembali dengan membawa hasil galangan dananya tersebut. 

Stupendous!
Mbak Hajar kaget dengan isi amplopnya. Warna uangnya hanya merah dan biru.
Setelah dihitung, jumlah totalnya adalah 1,5 JUTA.
MasyaAllah. Luar biasa. Uang segitu kalau dibagi 18 anak, bisa tau sendiri kan rata-rata per anak menyumbang berapa?
Padahal, mohon maaf, untuk kelas yang lainya saja tidak lebih dari 200ribu.

Well, sedekah tidak dipaksa.
Namun, bukan itu pointnya. 
Anak-anak kelas tersebut rasa sosialnya tinggi. Mereka tidak peduli tanggal tua. Mereka tidak peduli entah nanti makan apa. 

Yang saya lihat, mereka hanya peduli tentang ridho Allah ta'ala. 

Barakallahu fiik.