Perempuan itu Bernama Siti Hajar (Bukan Istri Ibrahim)

 
Namanya adalah Siti Hajar. Lahir di Klaten, sekitar 26 tahun silam (atau mungkin lebih) di tanggal 13 Mei. Bapaknya bernama Zaenuri dan dilahirkan dari ibu yang luar biasa bernama Ngadinem. Orangtuanya tinggal di Palembang. Aku memanggilnya mba Hajar. Siapakah dia?

Aku mengenalnya belum lama, belum ada setahun, namun rasanya sudah 17 tahun mengenal. Arrg, itu mungkin yang namanya ukhuwah, yang sama dalam ruh ruh nya, sehingga ketika bertemu sekali saja, sudah seperti bertahun tahun bersama sama. Bulan Maret 2014, di sebuah bus UNY yang melaju menuju kampus, aku duduk sendiri, dan kemudian ada seorang perempuan kurus tinggi duduk di sampingku. Saya diam. Namun perempuan itu, dengan begitu energik, menyapaku, dengan semangat, mengajakku bicara. Menanyakan nama,jurusan, asal, dan...dan mulailah kami berdua histeris. Ternyata kami berasal dari satu daerah yang sama, Klaten. Dan kami berasal pula dari SMA yang sama, SMA N 1 Karanganom. Dan, perempuan itu ternyata adalah kakak tingkatku waktu SMA, yang suka dipanggil panggil klo pengumuman juara umum kelas, Mbak Hajar. Wow, kebetulan sekali. Ups, No. Tidak ada yang kebetulan Bro! Pasti Allah sudah mengatur semuanya dengan baik.

Mbak Hajar, sosok yang luar biasa. Dua kata untuknya adalah pekerja keras dan tidak pantang menyerah. Yah, memang seperti nama awalnya, Bunda Hajar. Pekerja keras, bahwa dia berjuang mati mati an demi mendapatkan pendidikan yang lebih baik. Sejak SMP, sudah merantau ke tanah Jawa (red:Klaten) hingga SMA, dan dilanjut kuliah di Bali. Tidak mudah hidup jauh dari orang tua. Tidak mudah sekolah dengan tidak dibiayai oleh orang tua sendiri. Namun, mbak Hajar mampu melewati masa masa tidak mudah tersebut. Maha Besar Allah yang telah mengkuatkan Mbak Hajar. 

Tidak Pantang Menyerah. Di Asrama kami, tempat kami bertemu, Mbak Hajar terkenal dengan keaktifan sosialnya. Dia sangat aktif dalam kegiatan memakmurkan masjid. Bagi yang sudah mengalami, usaha untuk memakmurkan masjid dan mengajak orang meramaikanya tidaklah mudah. Jalanya terjal, penuh dengan kerikil, dan darah. Dan, mbak Hajar tidak menyerah dengan jalan tersebut. Hinaan? Celaan? Sudah menjadi hal yang biasa untuk mbak Hajar. Dengan sisa sisa tenaganya, mbak Hajar tetap berusaha untuk tetap mengadakan kajian. Dengan mata terkantuk kantuk, mbak Hajar bangun pagi, dan berusaha menjadi jamaah shubuh dengan rutin hampir setiap hari.  Jika tidak solat tahajud semalam saja, maka dia akan sangat bersedih. Jika belum membaca satu juz sehari, maka hari nya itu tidak akan menenangkan baginya.

Dan, memang, Allah punya rencana yang baik dengan mempertemukanku dengan Mbak Hajar. Allah ingin aku untuk belajar lebih bersyukur lagi. Allah mengginginkanku untuk tetap menjadi manusia sosial, tidak ingin saya menjadi makhluk anti sosial. Allah ingin untuk kita saling menguatkan dalam iman.

Aku yakin, Tuhan selalu melihat apa yang mbak Hajar sudah lakukan untuk agamaNya. Dan, sungguh, aku Yakin, Tuhan sudah mempersiapkan sesuatu yang indah untuk Mbak hajar. Bukankah Allah sudah memberikan kabar gembira melalui kalamnya, bahwa barang siapa yang menolong agama Allah, pasti Allah akan menolong urusan hambanNya. 

Semoga, di tiap hari, selalu Allah tambahkan hidayah, iman, rejeki, dan pengetahuan untukmu mbak Hajar. Dan Semoga, akhir yang baik menjadi takdir hidup mbak Hajar.
Sampai jumpa dalam keadaan yang jauh jauh lebih baik.

Klaten, 25 February 2015. 21.39
 
Be First to Post Comment !
Posting Komentar