Percakapan Penuh Cemas

 

Nenek Biologis yang selalu menenangkan hati.

Kamu tau tidak hal yang seringnya membuat percakapan menjadi tidak nyaman? Yaitu ketika kamu selalu mempagari dirimu dengan asumsi-asumsi. Maksudku tidak begitu, namun kamu kira begitu. Bagus kalau asumsinya bagus. Namun, nyesek kalau kamu menyangka yang tidak-tidak. Ingat kan, kalau prasangka itu kebanyakan tidak baik? Atau alias hanya dari syetan belaka. 

 

Lalu, satu lagi. Ketika bertanya, pliss jangan dikomentari apakah pertanyaan itu bagus atau tidak, dan jangan juga ada asumsi negatif untuk penannya. Apalagi kamu jatuhkan karakternya. Pliss. Anggaplah mereka yang bertanya adalah orang yang sedang belajar. Orang yang sedang belajar tidak pantas untuk dinilai dan dievaluasi. Orang yang belajar hanya butuh diberitahu. Itu saja. Jadi, jawablah dengan baik. Jawablah dengan penuh kehangatan, agar menjadi celah cahaya untuk mereka yang merasa buta.

Betah Begadang

 

Dalam pelatihan menemukan minat dan mengenali diri sendiri, sering ditanya, hal apa yang membuat matamu berbinar dan kamu betah untuk mengerjakannya hingga lupa waktu. Hmm. Aku dulu sukar menjawabnya. Tapi sekarang, aku tau. Lihatlah gambar. Itu adalah kopi dan laptop. Laptop menunjukkan pukul tiga pagi. Dengan perasaan amat gembira aku begadang. Demi apa coba? Demi uang. Ya, demi uang.

Perjalanan ke Pantai Drini via Cawas, Klaten (Sebuah Latihan Keberanian)




 

"Ketika kita meminta sesuai kepada Allah, kemudian Allah mengabulkannya, maka itu hakekatnya juga ujian."


Ahad, 20 September 2020

 

Aku bersama keluargaku berpiknik ke Pantai Drini, Gunung Kidul, Yogyakarta. Perjalanan dimulai dari Klaten sekitar pukul 05.15. Sengaja pagi agar jalanan sepi. Dan juga tidak kepanasan pas sampai pantai nanti. 

 

Pertama, aku akan bercerita tentang medan yang dilalui. Ada dua pilihan jalur sebenernya menuju ke pantai di daerah Gunung Kidul itu. Yakni lewat Piyungan, dan yang satu lagi lewat Cawas, Klaten. Aku sengaja melewati Cawas karena salah satu misi perjalananku hari itu adalah menguji kelihaianku dalam menyetir mobil. Aku juga ingin membunuh ketakutakanku akan jalan-jalan yang nanjak dan berliku. 

 

Jalan Cawas-Gunung Kidul itu aman menurutku. Cuma ada satu dua tanjakan saja yang lumayan tinggi yang letaknya di sekitar daerah Semin. Itu tidak curam dan tidak berliku.  Lalu, ketika mau masuk daerah Pantai Drini, jalannya memang sempit, berliku, dan menanjak. Namun, jalan yang sempit itu bisa dilalui dengan longgar untuk dua mobil yang berpapasan. 

 

Memang agak menantang jika bertemu jalan menanjak dan disitu ada mobil di depan kita. Tipsnya adalah adalah jaga jarak dan matikan AC ya, biar kuat mesinya dan juga tidak gugup ketika tertiba jalanan macet. 

 

Oh ya, ketika melalui Cawas, ketika berangkatnya, jika pake GPS, jangan mau untuk belok ke kanan ke jalan yang bukan aspal. Ketika pulangnya, jika menemukan pertigaan, lalu ada plakat ke kanan adalah Samsat Sumbing, maka lewatlah situ. Jangan sekali-kali lurus. Jika kamu melewati jalan yang ku larang tadi, itu adalah jalan alternatif yang bernama Jalan Tancep Bayat. Sangat tinggi, menukik, dan lekukannya tajam. Orang-orang di sekitar saja tidak ada yang berani untuk melewati daerah situ. Sungguh amat mengerikan, Boy. Karena pake GPS, dan ga tau, pulangnya aku lewat situ

 

Alhamdulilah tsumma alhamdulilah, overall perjalanan pulang-pergi selama empat jam bisa dikatakan lancar dan terkendali. Lega bisa melewati semuanya. Pelajaran yang bisa aku ambil adalah "Salah satu kenikmatan adalah dicabutnya rasa takut dalam proses belajar". Bisa kubayangkan, jika Allah menurunkan rasa takut dalam jiwaku, tentu aku akan grogi ketika menyetir. Hal itu bisa jadi membuat limbung sekonyong-konyong saat menyetir kan. 

 

Kedua, aku akan bercerita tentang Pantai Drininya. Pantai ini bagus sih. Pasir Putih. Ada Pulau Drininya. I mean kerang di tengah-tengahnya yang sekarang sudah dibangun jembatan agar bisa pergi ke sana. Masuk kesana cuma 3k. Lalu, sekarang ada mainan kapal karet. Biaya sewanya 50k sepuasnya. Kita bisa mainan dan berenang disana. Santai. Ada pengawas pantai kok. Jadi mereka akan menyemprit kita kalau kita berenangnya kejauhan. Di pinggi-pinggir pantai juga ada warung makan yang menyediakan berbagai macam makanan. Tidak hanya seafood saja. Lalu, jika tidak bisa berfoto, ada tukang foto disana. 3 foto dihargai 10k. Cukup murah. 

Perahu Karet 50k

Perahu Karet 50k
Pulau Drini

 

Area Berenang

Aku tidak main air. Aku dan Ibuku duduk-duduk di pinggir pantai dan hanya mengamati keluarga yang sedang bermain. Waktu itu, waktu duduk-duduk itu, aku sebenarnya sedang berdialog dengan The Invisible Hand sambil juga melihat-lihat foto hasil jepretan di pantai itu, "Ya Allah, terima kasih. Sungguh indah sekali pemandangan ini. Sebagai tanda syukur dan bahagiaku, aku tidak akan menggumbar foto-fotoku ini di WA story. Aku hanya akan menyimpannya di dalam catatan pribadi hidupku." Seperti di blog ini. Dimana yang akan melihat dan membacanya adalah orang-orang yang benar-benar ingin mengetahui dan mengenal diriku lebih dalam. Siapapun kamu, terima kasih ya sudah mampir di rumahku ini!


arus

 

Mudah terbawa situasi. Mudah terbawa perasaan.
Saha? Saya.

fluk.tu.a.tif

 

Mudah senang. Mudah sedih. 
Saha? Saya. 

Menguatkan

Kau tau. Selama ini, tidak ada orang yang menggenggam tanganku untuk menguatkanku. Setiap aku melihat seorang yang sedang menggenggam tangan kekasihnya, hatiku pun ingin juga seperti itu. Digenggam. Dibimbing. Dan dikuatkan.

 

Ketakutan yang Dicabut

 

Kenikmatan terbesar dalam sebuah proses adalah dicabutnya ketakutan-ketakutan yang ada di dalam hati.



Kejujuran

 


Aku menyukaimu

Kuharap kamu menerimaku

dan memberikanku kesempatan untuk memilikimu

Jeda Berharap



Pagi itu aku bangun dalam keadaan antara sehat dan tidak sehat.
 
Badanku sehat, tapi tidak dengan kondisi mentalku. Yang kurasakan adalah gelisah dan sesak sekali dada ini. Seperti ada batu besar yang menindih hati. Seperti terkurung dalam ruangan yang amat gelap, pengap, dan hampa. Tidak enak dan segera ingin mengakhirinya.

When your mind and your soul is not good enough, mau ngapa-ngapain juga ga bisa sepenuhnya kan? 

Tapi aku tidak terus berhenti. Aku memaksa diri untuk bergerak. Menyetrika, memijit wajah, dan berdoa. Namun, yang namanya dada sedang bermasalah, berdoa pun rasanya juga berat dan tidak menyentuh hati.

Hari itu adalah hari pertama bulan September.

Ada ingin amat kuat yang belum terkabul. Keinginan yang besar dan terasa memaksa. Kubawa keinginan itu kemana-mana dan kapan saja. Keinginan itu menguasai dan membelengguku.

Apakah karena itu aku gelisah dan sesak? Aku diam sejenak. Menarik nafas. Kucoba pelan-pelan meletakkan keinginan itu. Meninggalkannya pada suatu tempat yang tidak perlu aku membawanya kemana-mana. Sengaja menaruhnya di tempat yang tidak mudah kulihat dan tidak mudah aku ingat-ingat. 

Ya. Meletakkan harapan. Terserah mau jadi apa harapan dan keinginan itu.

Dan ajaib. Sekejap setelah kuletakkan harapan itu, hatiku menjadi ringan. Aku bisa bernafas lega.

Akhirnya, aku tahu jawabannya. Jika sudah mulai berat dan tidak kuat, letakkan saja. Terserah nanti mau jadi apa. Yang penting, kamu sudah berusaha.