Perjalanan ke Pantai Drini via Cawas, Klaten (Sebuah Latihan Keberanian)




 

"Ketika kita meminta sesuai kepada Allah, kemudian Allah mengabulkannya, maka itu hakekatnya juga ujian."


Ahad, 20 September 2020

 

Aku bersama keluargaku berpiknik ke Pantai Drini, Gunung Kidul, Yogyakarta. Perjalanan dimulai dari Klaten sekitar pukul 05.15. Sengaja pagi agar jalanan sepi. Dan juga tidak kepanasan pas sampai pantai nanti. 

 

Pertama, aku akan bercerita tentang medan yang dilalui. Ada dua pilihan jalur sebenernya menuju ke pantai di daerah Gunung Kidul itu. Yakni lewat Piyungan, dan yang satu lagi lewat Cawas, Klaten. Aku sengaja melewati Cawas karena salah satu misi perjalananku hari itu adalah menguji kelihaianku dalam menyetir mobil. Aku juga ingin membunuh ketakutakanku akan jalan-jalan yang nanjak dan berliku. 

 

Jalan Cawas-Gunung Kidul itu aman menurutku. Cuma ada satu dua tanjakan saja yang lumayan tinggi yang letaknya di sekitar daerah Semin. Itu tidak curam dan tidak berliku.  Lalu, ketika mau masuk daerah Pantai Drini, jalannya memang sempit, berliku, dan menanjak. Namun, jalan yang sempit itu bisa dilalui dengan longgar untuk dua mobil yang berpapasan. 

 

Memang agak menantang jika bertemu jalan menanjak dan disitu ada mobil di depan kita. Tipsnya adalah adalah jaga jarak dan matikan AC ya, biar kuat mesinya dan juga tidak gugup ketika tertiba jalanan macet. 

 

Oh ya, ketika melalui Cawas, ketika berangkatnya, jika pake GPS, jangan mau untuk belok ke kanan ke jalan yang bukan aspal. Ketika pulangnya, jika menemukan pertigaan, lalu ada plakat ke kanan adalah Samsat Sumbing, maka lewatlah situ. Jangan sekali-kali lurus. Jika kamu melewati jalan yang ku larang tadi, itu adalah jalan alternatif yang bernama Jalan Tancep Bayat. Sangat tinggi, menukik, dan lekukannya tajam. Orang-orang di sekitar saja tidak ada yang berani untuk melewati daerah situ. Sungguh amat mengerikan, Boy. Karena pake GPS, dan ga tau, pulangnya aku lewat situ

 

Alhamdulilah tsumma alhamdulilah, overall perjalanan pulang-pergi selama empat jam bisa dikatakan lancar dan terkendali. Lega bisa melewati semuanya. Pelajaran yang bisa aku ambil adalah "Salah satu kenikmatan adalah dicabutnya rasa takut dalam proses belajar". Bisa kubayangkan, jika Allah menurunkan rasa takut dalam jiwaku, tentu aku akan grogi ketika menyetir. Hal itu bisa jadi membuat limbung sekonyong-konyong saat menyetir kan. 

 

Kedua, aku akan bercerita tentang Pantai Drininya. Pantai ini bagus sih. Pasir Putih. Ada Pulau Drininya. I mean kerang di tengah-tengahnya yang sekarang sudah dibangun jembatan agar bisa pergi ke sana. Masuk kesana cuma 3k. Lalu, sekarang ada mainan kapal karet. Biaya sewanya 50k sepuasnya. Kita bisa mainan dan berenang disana. Santai. Ada pengawas pantai kok. Jadi mereka akan menyemprit kita kalau kita berenangnya kejauhan. Di pinggi-pinggir pantai juga ada warung makan yang menyediakan berbagai macam makanan. Tidak hanya seafood saja. Lalu, jika tidak bisa berfoto, ada tukang foto disana. 3 foto dihargai 10k. Cukup murah. 

Perahu Karet 50k

Perahu Karet 50k
Pulau Drini

 

Area Berenang

Aku tidak main air. Aku dan Ibuku duduk-duduk di pinggir pantai dan hanya mengamati keluarga yang sedang bermain. Waktu itu, waktu duduk-duduk itu, aku sebenarnya sedang berdialog dengan The Invisible Hand sambil juga melihat-lihat foto hasil jepretan di pantai itu, "Ya Allah, terima kasih. Sungguh indah sekali pemandangan ini. Sebagai tanda syukur dan bahagiaku, aku tidak akan menggumbar foto-fotoku ini di WA story. Aku hanya akan menyimpannya di dalam catatan pribadi hidupku." Seperti di blog ini. Dimana yang akan melihat dan membacanya adalah orang-orang yang benar-benar ingin mengetahui dan mengenal diriku lebih dalam. Siapapun kamu, terima kasih ya sudah mampir di rumahku ini!


Be First to Post Comment !
Posting Komentar