Enlightening



 Image result for perjalanan muslimah
Hidayah keilmuan itu perlu dicari. Dia tidak selalu serta merta datang kedalam diri kita, namun perlu kerja keras untuk memperolehnya. Teladan yang ideal untuk pengorbanan menuntut ilmu mungkin paling pas tersematkan kepada ponakan Rasulullah SAW, yakni Ibnu Abbas r.a.  Beliau rela menunggu di depan rumah seorang sahabat Nabi yang denganya ia akan bertanya perihal agama. Ia menggelar tikar disana dan menunggu sampai sahabat Nabi tersebut bangun dari tidurnya. Ketika sahabat Nabi ini bangun, ia bertanya tentang maksud kedatangan Ibnu Abas.
Sahabat itu berkata, “Engkau adalah keponakan Rasulullah, mengapa engkau sampai hati menyusahkan diri, mengapa engkau tidak memanggilku saja?”
Ibnu Abas menjawab, “Aku sedang menuntut ilmu, jadi akulah yang wajib mendatangimu. Sebab ilmu itu didatangi, bukan mendatangi”.
Kisah Ibnu Abas ini memberikan pandangan tersendiri tentang bagaimana menuntut ilmu. Sudah tepat konsep sekolah dan perkuliahan formal saat ini, yakni para murid datang kepada yang mentransfer knowledge, yakni para guru dan dosen. Maaf, saya menggunakan knowledge disini, karena saya sependapat dengan ustadz Bachtiar Natsir bahwa konsep science/knowledge itu berbeda dengan ilmu. Science dan knowledge itu masuk bagian dalam ilmu sehingga goal setting-nya adalah bertambahnya ketaqwaan kepada Allah SWT. Jika science dan knowledge tidak dapat mendekatkan para pembelajar kepada penciptanya, malah menyesatkanya, maka kedua hal tersebut bukan ilmu. Sebab ilmu itu adalah hikmah, dan hikmah itu adalah kebijaksanaan dariNya.
Tentang perjuangan mentutut ilmu Ibnu Abbas ini, saya juga menjumpainya di Yogyakarta. Ada seorang Ibu yang sudah bercucu satu. Beliau bekerja di sebuah perusahaan swasta terkemuka di negeri ini. Beliau juga dari kalangan keluarga menengah ke atas. Diusianya yang sudah tidak muda lagi, ia bersama ibundanya yang sudah tua renta diberikan hidayah untuk mempelajari Al Qur’an. Beliau memulai langkah awalnya dengan mengikuti les privat tahsin (belajar membaca Al Qur’an dengan benar). Biasanya, di dalam sistem les privat, guru datang kerumah murid. Namun, les privat yang dilakukan oleh Ibu tersebut sangat berbeda. Beliaulah yang mendatangi gurunya. Ibu tersebut mengungkapkan bahwa mendatangi ilmu adalah prinsipnya dalam belajar sejak dulu. Dengan begitu, beliau mampu menghargai dan menghormati ilmu tersebut. Apakah kalian tau jam berapa Si Ibu ini melaksanakan les privatnya? Jam 6 pagi sebelum berangkat ke kantor. Luar biasa bukan.
Yup, ilmu itu harus didatangi dan dijemput. Kisah tersebutlah yang menyemangati saya untuk beranjak dari stay-at home weekend ke travelling weekend. Pekan akhir oktober 2015 kemarin, sengaja saya mengantarkan seorang sahabat ke Jogja untuk mengisi sebuah acara komunitas sosial. Saya menyambut positif ajakannya karena saya yakin saya akan mendapatkan ilmu disana.
Meti, nama sahabat saya tersebut, menyampaikan materi motivasi kepada para peserta untuk do something kepada masyarakat. Dia mulai ceramahnya dengan pertanyaan menggungah yakni, “berapa usia kalian?”. Selanjutnya, peserta disuruh untuk menambahkan 20angka pada umur mereka saat itu. Kemudian, peserta diajak untuk membayangkan “siapa diri kita” di usia tersebut? Setelah para selesai selesai menuliskan siapa diri mereka 20 tahun yang akan datang, Meti kemudian mengajak mereka untuk membayangkan bagaimana kondisi Indonesia di masa itu. 20 tahun kemudian, Indonesia akan berusia 90 tahun kemerdekaan, dan akan menuju Indonesia Emas. Apa artinya? Artinya, akan banyak usia produktif disana yang diharapakan mampu untuk berkompetensi dengan dunia luar di segala bidang kehidupan terutama pendidikan dan ekonomi. Kemudian apa peran mereka disitu nantinya?
Meti kemudian mengutip perkataan dari Anies Baswedan bahwa peran yang bisa dilakukan adalah dengan menjadi world class leader atau dengan grass root understanding. Meti menyatakan bahwa komunitas sosial yang dia rintis tersebut mengambil peran grass root understanding, yakni dengan memahami masalah lokal dan kemudian berusaha untuk memecahkankanya. Di akhir, dia menutup dengan mempertanyakan kembali kepada peserta akan perannya sebagai mahasiswa. Apakah ingin menjadi sarjana kertas? Atau ingin menjadi generasi wacana? Ataukah ingin menjadi driver untuk memecahkan masalah negeri ini? Pertanyaan-pertanyaan tersebut tentunya membuat para peserta menerung dan berfikir. Pertanyaan penutup tersebut disertai juga pengan persuasive closing statement dari Meti yakni ajakan untuk bersemangat menyebarkan value, karena the best people is those who like sharing.  
Saya yang hanya diminta untuk mengabadikan natural poses Meti pun tersetrum semangat. Hal yang selama ini luput dari diri adalah tentang pertimbangan kondisi Indonesia 20 tahun kedepan. Hal yang selama ini tidak disadari adalah bagaimana strategi efektif untuk berkontribusi. Sangat naif kiranya jika saya hanya akan berkontribusi seadanya, asal mengalir, dan terus menerus. Saya dikaruniai akal untuk mencari-cari cara agar potensi yang dipunyai termanfaatkan secara maksimal. Dan, hari itu saya kembali tercerahkan oleh ilmuNya.
Be First to Post Comment !
Posting Komentar