Surat Peringatan untuk Tidak Jumawa

"Masalah adalah sebuah kesempatan. Masalah adalah sebuah ruang. 
Sebuah ruang untuk memperbaiki diri"
(Tanadi Santoso, Majalah SWA)
Bismillah.

Alhamdulilah ala kulihal. Saya bingung mau menulis dari mana. Akhirnya saya memilih kata itu saja. Saya mengucap syukur untuk semua keadaan dan kejadian yang sudah terjadi. Alhamdulilah. Alhamdulilah. Alhamdulilah. 😊

Emosi saya tadi pagi terasa tidak enak. Kepala berat. Linglung. Otot dipundak menegang. Sampai tempat kerja yang saya lakukan adalah menggosok pundak belakang dengan balsem. Saya sudah tidak peduli dengan bau yang mungkin akan tercium ke seluruh ruangan. Saya sudah tidak betah.

Ketidakbaikan itu saya tambahi dengan sikap jumawa terhadap beberapa rekan kerja saya. Saya menjawab beberapa pertanyaan mereka dengan tanpa kelembutan. Saya mengganggap pertanyaan mereka sangat mengganggu privasi saya. Saya menganggap pekerjaan teman saya tidak bagus betul. Saya menganggap bahwa saya lumayan menjadi karyawan yang produktivitasnya baik ketimbang dengan mereka. Ya, intinya saya jumawa. Saya merendahkan orang lain. *ngeriiiiii

Itu sifat setan bukan?
Itulah mengapa otot saya menegang. Setan-setan berdansa ria pada aliran darah-darah di tubuh saya. Badan semakin berat. Saya tidak kuat.

Akhirnya saya bangkit untuk menjalankan ibadah dhuha. Pada dua rakaat pertama, saya masih pusing dan merasa berat. Saya kurang fokus dan bersungguh-sungguh. Akhirnya saya ulangi untuk dua rakaat setelahnya. Saya lepaskan segala fikiran. Saya mohon pertolongan dari Allah untuk melapaskan semuanya. Sehingga yang ada hanyalah saya dan Dia. Pelan-pelan saya mencoba fokus menikmati setiap bacaan yang saya baca. Saya sujud lama. Saya duduk lama.

Lumayan mendingan. Saya balik ke tempat kerja. Ada telepon masuk. Kalian tau apa yang terjadi? Telepon tersebut adalah telepon komplen dari salah satu divisiku. I MADE MISTAKE. Kesalahan fatal yang membuat perusahaan lumayan merugi. Tidak banyak, namun tetap mereka harus mengeluarkan extra expense karena kesalahanku tadi.

Tiba-tiba tubuhku merasa meluruh. Kesombonganku runtuh. Semua otot-otot tegangku melemas.

Saya terdiam. Saya mengakui kesalahan tersebut.

"Deep sorry Pak", I said to my supervisor.
"No problem, Tam", said him.

Saya harap tidak ada keributan dalam kesalahan ini. Alhamdulilah, semuanya diam dan tampak tenang.

Dua jam kemudian,
"Perintah dari Pak Manager, aku harus SP kamu Tam", said him calmly.

Saya tersenyum sambil mengacungkan jempol kepadanya. Ya, saya menerima. Saya mengakui kesalahan saya.

Seketika saya ingin menangis. Bukan karena SP itu. Tapi sungguh indah sekali teguran ini. Hati saya yang menjulang tinggi tiba-tiba menyatu dengan tanah. Rendah dan sungguh rendah. Kerendahan ini membuat saya tenang. Kerendahan hati melahirkan ketenangan.

Alhamdulilah.
Be First to Post Comment !
Posting Komentar