Aku Pun Dikira TKW


Hasil gambar untuk happy society



















Sesaat saya ditanya tentang perasaan dan pandangan tentang TKI, maka fikiran saya langsung teringat akan sebuah perjalanan mengikuti konferensi di Kuching, Malaysia. Waktu itu untuk pertama kalinya saya melihat segerombolan TKI yang masih sangat muda sedang mengantri di antrian check in. Kebetulan pesawat saya dan jadwal keberangkatan pun sama dengan mereka, namun loket check in kami berbeda. 
Diam diam kuperhatikan wajah mereka sekilas. Hanya sedikit dari wajah para pahlawan devisa tersebut yang memasang wajah gembira. Selebihnya, saya melihat wajah penuh cemas dan takut disana. “Hey, haruskah mereka pergi sejauh itu? Tidak adakah pekerjaan di negeri ini untuknya? Mereka adalah wanita. Memang, merantau adalah suatu langkah yang sangat mulia. Memang, bekerja adalah usaha yang diperintahkan Tuhan. Namun, apakah harus menjadi pekerja kasar di negeri orang?”, bincang saya dalam diri.
Sampai di bagian imigrasi bandara international Kuala Lumpiur (KLCC) yang menuju ke kuching, saya diperiksa oleh petugas imigrasi. Kebetulan, pemberangkatan ke Kuching sangat sedikit, jadi  tinggal saya saja yang ada dilorong tersebut. Dengan begitu ramahnya petugas imigrasi bertanya, “Dari Indonesia ya?”, tanya dia. “Iya”, jawab saya singkat sambil tersenyum tipis. “TKW ya?”, selidik dia dengan sikap ramahnya. “Bukan”, jawab saya berubah intonasi.
Kubalikkan badan, dan saya teruskan langkah menuju lokasi boarding. “Sebegitunya mereka mengeneralisasi orang Indonesia sebagai seorang TKW. Memang, penampilan saya waktu itu biasa biasa saja, tas ransel, rok jins, dan kaos oblong. Namun, menebak bahwa saya  adalah seorang TKW karena saya orang indonesia? Ooh, sakitnya sampai ke ulu hati. Cara petugas tadi bertanya sungguh sarcastic. Bernada merendahkan saya sebagai warga negara Indonesia”, bisik dalam hati saya.

Benarkah Mereka adalah Pahlawan?
Sudah lama ternyata pemerintah Indonesia mengekspor TKI ke berbagai negeri. Jauh sebelum Indonesia merdeka, yakni pada tahun 1890, pemerintah Indonesia yang kala itu dipimpin oleh pemerintah Hindia Belanda mengirimkan orang pribumi ke Suriname, Amerika Selatan untuk menjadi tenaga kerja di perkebunan. Dan pengiriman TKI ke Suriname ini berlanjut hingga tahun 1939. Ironisnya, meski Indonesia sudah merdeka pada tahun 1945 hingga saat ini, pemerintah Indonesia melalui Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) masih terus mengirimkan orang orang Indonesia untuk menjadi tenaga kerja sektor rendahan/kasar. Bahkan, regulasi tentang pengiriman TKI pun dibuat pada tahun 1980 karena hal ini dianggap penting, bernilai positif, dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi bagi pemeritah.
Bisakah mereka masih bisa disebuat sebagai “Pahlawan Devisa” sementara salah satu negara tujuan ekspor (red:warga Malaysia) menyebut TKI dengan sebutan Indon yang artinya bodoh, tidak kompeten dalam bekerja dan cenderung berbuat kriminal.
Bisakah mereka tetap terus dipertahankan jika masalah-masalah yang berkaitan dengan TKI terus menerus muncul dari waktu ke waktu. Liat saja kasus yang terus berulang yang dialami mereka, mulai dari penganiayaan, pemerkosaan, pembunuhan, dan sampai hukuman mati. 

Ayo Pulang!
Indonesia adalah negara berkembang (developing country) yang kaya akan sumber daya alam. Untuk menjadi negara maju (developed country) dan bermartabat tentunya, perlu gotong royong dari seluruh lapisan masyarakat negara indonesia tanpa terkecuali. Mengurangi atau bahkan menghentikan pengiriman TKI sektor rendahan perlu untuk segera digagas dan direalisasikan untuk meningkatkan martabat bangsa ini, dan sebagai sebuah indikator bahwa negeri ini sudah maju dan rakyatnya sudah sejahtera.

#Tulisan Ini Diikutsertakan Lomba Blog Buruh Migrant Indonesia Bersama Melanie Subono
*ulu: istilah bahasa jawa utk mengambarkan hati yang paling dalam
1 komentar on "Aku Pun Dikira TKW"