Kapal Api adalah Sahabat Rakyat Negeri


Namaku Tami. Aku adalah anak seorang petani. Ibu dan bapakku tinggal di sebuah desa kecil di kabupaten Klaten. Desaku adalah desa yang masih asri dan sejuk. Banyak sawah yang terhampar luas. Banyak pepohonan besar ataupun kecil yang memenuhi setiap pekarangan-pekarangan penduduk. Tidak banyak ditemui lalu lintas padat di jalanan sehingga tidak banyak polusi udara. Maklum saja, kebanyakan penduduk desa masih menggunakan transportasi sederhana untuk menjangkau satu tempat ke tempat yang lainya. Ya, jalan kaki dan sepeda adalah andalanya.

Selain kondisi demografi yang masih sangat kental dengan karakteristik desanya, penduduk di desaku juga masih merepresentasikan penduduk desa yang sesungguhnya. Dari sisi mata pencahariannya, hampir seluruh mata pencaharian para warga adalah petani. Mereka menanam padi dan palawija: jagung dan kacang. Mereka gemar menghabiskan hari-hari mereka di sawah untuk memastikan tanaman yang mereka tanam tumbuh dengan baik. Selain itu, mereka juga senang berkumpul dengan para petani lainya untuk sekedar duduk bersama, berbincang, dan wedangan1. Dari sisi budaya masyarakatkanya, bapak-bapak dan pemuda masih aktif untuk ronda. Ketika ada masalah di desa, cepat-cepat seluruh warga bersua untuk bermusyawarah. Dari remaja hingga orang tua, semua mempunyai paguyubanya masing-masing. Jika ada satu warga yang mempunyai acara, seluruh warga dengan gegap gempita membantu secara sukarela. Jika ada yang sedang terkena musibah, keluarga meninggal atau sakit, pintu-pintu segera saling diketuk untuk membantu warga yang terkena musibah. Mereka tidak mengenal waktu ketika sudah menyangkut masalah hajat hidup orang banyak. Pagi sampai malam pun penduduk desa dengan sukarela memberikan tangan-tanganya untuk membantu sesama. Melihat fakta-fakta yang ada, aku sempat membuat kesimpulan sederhana bahwa orang desa itu suka kebersamaan. Orang desa suka akan perkumpulan.

Tak jarang, ketika aku pulang ke desa, aku sering mendapati momen-momen perkumpulan itu. Perkumpulan yang tidak banyak perdebatan. Perkumpulan yang tidak mementingkan kepentingan diri sendiri. Perkumpulan yang membahagiakan satu sama lain. Perkumpulan yang saling mentransfer energi semangat satu ke yang lainya. Aku pun terkadang juga terlibat di dalamnya. Bukan sebagai peserta tentunya, sebab perkumpulan di desa kebanyakan adalah kaum adam. Aku sering diminta bantuan untuk menyiapkan accecoris perkumpulan tersebut (red: makanan dan minuman). Jika tidak sampai larut malam atau begadang, aku biasanya hanya membuatkan teh dan snack ala kadarnya. Namun, jika sudah sampai larut malam atau hingga semalam suntuk (ronda, tetangga meninggal, menunggu sawah, tetangga punya hajatan), maka aku harus membuatkan kopi.

Ya, ternyata warga desaku adalah pencinta kopi. Ketika mereka meminta dibuatkan kopi, mereka sudah memesankan kopi apa yang akan dibuat. “Pokokmen kopine Kapal Api sik warnane ireng yo. Kui jelas luwih enak ketimbang liyane2”, ucap salah seorang warga. 

Ya, mereka memilih kopi hitam Kapal Api Bubuk Special. Tidak memakai susu dan krimmer. Cukup kopi dan gula saja. Air untuk menyeduhnya tidak boleh dari dispenser atau termos air. Aku diminta untuk memasak air hingga mendidih dahulu yang kemudian baru digunakan untuk menyeduh kopinya. Gulanya tidak banyak dan tidak sedikit. Jangan terlalu pahit dan jangan terlalu manis. Sebab, kopi hitam Kapal Api akan jelas terasa lebih enak jika cara membuatnya juga tidak sembarangan. Kualitas air dan komposisi gula sangat mempengaruhinya. 

Mereka sangat hafal dengan kopi hitam Kapal Api Bubuk Special. Kopi tersebut menjadi andalan ketika perkumpulan-perkumpulan warga desa diselenggarakan. Katanya, kopi hitam merk Kapal Api itu beda dengan yang lain. Rasanya lebih nendang. Aromanya menggoda dan membangkitkan semangat. Setiap tegukanya mampu menegakkan kepala dan membuat mata melek. Selain kualitas yang terkandung dalam kopi Kapal Api, harga yang dibandrol untuk Kopi Hitam Kapal Api cocok di kantong warga desaku.
Memang, kopi Kapal Api adalah sahabat rakyat negeri. Memang, kopi Kapal Api jelas lebih enak. 

Itu ceritaku bersama Kopi Kapal Api. Ceritamu mana? Bagi kalian yang suka nulis, Ayuk ikuti #KapalApiPunyaCerita. Sayang kan kalau cerita indahmu tidak dibagi denganku? 




 

Catatan kaki.
1. Bahasa jawa gaul yang artinya nongkrong sambil menikmati teh atau kopi.
2. Intinya, bikinlah kopi Kapal Api warna hitam ya. Kopi hitam Kapal Api lebih enak daripada kopi-kopi lainya.




Be First to Post Comment !
Posting Komentar