Mengukur Bicara (Hari Pertama di 30 Hari Bercerita)


Bismillah.

Buku berjudul Segenggan Iman Anak Kita karya Ustadz Mohammad Fauzil Adhim di atas sudah lama sekali berada di rak buku saya. Saya membelinya sekitar tahun 2013. Waktu itu PO, dan saya langsung pesan. Sebab ya pada masa itu, teman-teman di sekitar sedang bergemuruh untuk memesan buku itu. Ya saya sih hanya ikut-ikutan pesan. Hihihi.Saat itu hanya yaqin saja bahwa someday this book will be useful for me. 

Tahun berlalu. Hingga kini di tahun 2018 saya ikut kelas Matrikulasi Institut Ibu Profesional. As you know, di kelas MIIP ini setiap pekannya kita harus membuat essay. Sebagaimana essay essay kebanyakan, kita kan harus banyak baca gitu kan geis...nah, akhirnya saya bongkar-bongkar rak buku lagi. Dan taraaa, buku itu akhirnya kebaca juga. 

Membaca sebanyak 287hlm, namun hanya satu hal yang tertancap dalam ingatan saya. Yaitu tentang mengukur bicara kita. Ish ish ish....saya bak tertampar geis. Ya kan selama ini bicara saya kadang tidak tepat guna. Yang seharusnya diam, malah ngomong. Yang seharusnya ngomong malah diem. Kan ga bijaksana banget ya menampatkan diri dalam situasi.

Membayangkan orang yang selalu bisa mengukur bicara itu menentramkan hati. Dia kalau ga tau ya diam. Dia kalau ga bisa berkata-kata baik, ya juga diam. Kalau ingin berbicara pun, dia selalu berfikir terlebih dahulu. Memilah kata mana yang seharusnya diucapkan, dan mana yang seharusnya tidak diucapkan. 

Untuk menjadi orang seperti itu tentu bukanlah hal yang mudah dan instan. Semuanya butuh BELAJAR dan PROSES. 

Maka, kedepan, saya ingin senantiasa aware akan hal yang satu ini. Menjaga lisan, mengukur bicara!


Solo, 1 Januari 2019
15.49
Be First to Post Comment !
Posting Komentar