Tulisanku Lolos

Stasiun Malang Kota Lama

Barangsiapa berpuasa Ramadhan atas dasar iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni.”  (HR. Bukhari no. 38 dan Muslim no. 760)

8 Mei 2019
3 Ramadhan 1440

Bismillah.
Hari itu ada teman yang WA aku. Dia adalah salah teman terbaikku yang beberapa waktu lalu mengenalkan aku dengan seseorang yang tujuannya adalah untuk menikah. Sebab beberapa hal, akhirnya aku memutuskan untuk tidak melanjutkan ta'aruf dengan ikhwan yang dikenalkan kepadaku. Maka, setelah semua proses disudahi, biasanya aku tidak akan mengungkit-ungkit lagi tentang si ikhwan itu. Semua data dan percakapan tentang ikhwan aku hapus. "Setiap pilihan mempunyai resiko, dan aku akan berusaha menanggung semua resiko itu. Semoga Allah mengampuni dosaku", sugestiku. 

Temanku mengatakan bahwa ada hal yang ingin dia sampaikan namun ia urungkan untuk disampaikan kepadaku. Katanya, "Sekarang aku hanya bisa mengheningkan cipta". Entah mengapa, hatiku merasa ngilu mendengarnnya. Aku merasa itu masih berkaitan dengan penolakanku terhadap ikhwan itu. Aku langsung mengentikan diri bertanya lebih jauh lagi. "Qadarullah", ku jawab begitu saja. 
“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah. Namun, keduanya tetap memiliki kebaikan. Bersemangatlah atas hal-hal yang bermanfaat bagimu. Minta tolonglah pada Allah, jangan engkau lemah. Jika engkau tertimpa suatu musibah, maka janganlah engkau katakan: ‘Seandainya aku lakukan demikian dan demikian.’ Akan tetapi hendaklah kau katakan: ‘Ini sudah jadi takdir Allah. Setiap apa yang telah Dia kehendaki pasti terjadi.’ Karena perkataan law (seandainya) dapat membuka pintu syaithon.” (HR. Muslim)

Lalu, aku pun tertiba berhenti sejenak dari segala aktivitas. Beberapa hari mengiringi bulan Maret-Mei ini, ada hal yang aku mulai sadari. Apa itu? Aku meninggalkan hatiku. Dia sedang kotor, sakit, sempit, dan terhimpit. Namun yang kulakukan adalah malah menguncinya tanpa mau untuk membukannya. Aku terlalu takut untuk kesakitan menengok kembali hati yang kotor dan penuh luka itu. Hingga tanpa sadar, ketika aku harus menentukan pilihan, maka pilihan-pilihan yang kubuat adalah yang tidak menggunakan hatiku sepenuhnya.

Ramadhan adalah bulan iman. Iman adalah tentang hati. Maka, ketika ramadhan tiba, hal prioritas adalah memperbaiki kondisi hati yang menjadi inti jiwa ini. Berangkat dari kesadaran itu, akhirnya aku beranikan diri untuk membuka hatiku dan menyelami setiap luka dan sampah yang ada di dalamnya. Ngilu? Iya. 

Ketika aku melakukan itu, aku menangis sejadi-jadinya. Aku perlihatkan kepada Allah tentang kondisi hatiku yang sebenarnya. Kali itu, aku berusaha jujur dengan emosi yang kurasakan, tanpa perlu aku tutupi. Aku menghalau malu dan malas yang ada. 

Aku menggunakan momentum ramadhan ini untuk kembali memperbaiki kondisi hati, lebih khususnya menatanya. Saat ini sedang morat-marit tersebab perbaikan yang dilakukan. Aku bermohon kepada Allah agar selalu ditolong dalam setiap urusan, terutama masalah hati ini. 

Setelah air mataku mengering, ada kelegaan yang merasuk di dasar kalbu. Alhamdulilah. Maka, aku pun kembali beraktivitas bekerja. Ketika mau berniat untuk bekerja kembali, tiba-tiba ada teman kerja yang memanggil dan berkata, "Tam, tulisanmu lolos!"
 
Alhamdulilah 😀




Be First to Post Comment !
Posting Komentar