Perasaan Ketika Membuat Kesalahan




Aku ingin sekali bercerita kepada seseorang begitu. Namun, aku tak pandai untuk memulainya. Selalu ada rasa grogi yang membuat cerita bakal tersendat-sendat. Lagipula, aku merasa semua orang sedang sibuk dengan urusannya masing-masing. Aku pun menepi saja.

Aku memutuskan untuk bercerita kepada hujan.

Hai Hujan, selamat sore. Terima kasih ya karena hari ini, 31 Maret 2020, kamu datang dengan amat derasanya. Sampai aku pun tidak bisa melihat ada apa di ujung jalan sana. Aromamu segar. Suaramu menenangkan batinku. Aku yakin kamu adalah hujan yang taat. Hujan yang tidak pernah menolak ketika diminta untuk turun ataupun berhenti. Hujan yang ketika aku memajamkan mata untuk menikmati kedatanganmu, aku merasa seolah-olah kamu berkata “You are loved”. Hujan yang seolah-olah berkata kepadaku begini “Don’t worry. Jangan sedih, jangan merasa kamu tidak punya kawan. Jangan gelisah, jangan pernah merasa kamu tidak ada dukungan. Aku datang untukmu dan menemaimu.”

Terima kasih ya sudah datang di waktu yang amat tepat. Perasaanku sedang sesak dua hari ini. Aku merasa aku membuat kesalahan bicara kepada seseorang. Aku merasa isi pembicaraanku dan juga cara bicaraku tidak menarik. Padahal, aku amat suka berbicara dengannya. Dia pintar dan memberiku banyak wawasan baru. Benar-benar menjadi kebahagiaan dan kebanggaan bisa berbicara dengannya. Aku selalu ingin agar dia suka berbicara kepadaku. Aku ingin menjadi partner diskusi yang nyaman untuknya. Namun apa daya, dua pesan terakhirku tidak ada balasan darinya.

Lalu aku mendadak ketakutan. Apakah ada yang salah dengan kata-kataku? Apa dia tidak suka dengan bahasaku? Apa dia menjadi ilfell dengan sikapku? Apa dia akan menjauh dariku?

Dua hari aku menerima dan mendekap erat ketakutan-ketakutan itu. Aku biarkan hatiku kritis dan fragile serta insecure. Aku berusaha untuk mengganti kacamata dan menghapus fikiran negatifku. Aku mengajak diri untuk menjadi “Bodo Amat”.

Hujan, disaat seperti itu, aku tidak membiarkan diriku menulis dan membuat status WA. Aku tidak membiarkan diriku hanya diam saja. Kemarin, aku menyibukkan diri menyelesaikan deadline kantor. Lalu, aku membersihkan rumah, dan mengurus kucing serta olahraga. Keliatannya sibuk, namun hatiku sebenarnya sedang kalut memikirkan kesalahanku.

Aku terus berusaha, Hujan. Aku terus berusaha agar aku tidak terbelenggu dengan ketakutan-ketakutan itu. Ketakutan akan kesalaham dan ketakutan akan asumsi orang. Aku berharap, kedepannya aku menjadi seorang yang lebih berani. Berani salah, dan berani untuk bangkit dari ketakutan asumsi orang.

Live your busy life!

Klaten, 31 Maret 2020
18.33
Be First to Post Comment !
Posting Komentar