Jujur, Berani, dan Tegas

 


Hari Sabtu aku mengantar Ibu kulakan. Adakah yang ga tau makna "kulakan"? 


Kulakan adalah membeli banyak barang dalam jumlah banyak yang tujuannya untuk dijual kembali.


Tempat kulakan friendly  di tempat kami itu, sejauh ini masih didominasi oleh orang-orang Cina. Harganya bersaing jauh. 


Tempat kulakan andalan Ibu adalah di tempat Baba. Entah itu nama sebenarnya apa tidak. Tapi yang jelas semua orang memanggilnya dengan sebutan seperti itu.


Tidak pernah tidak antri selama beli disana. Pasti antri. Tapi semua pedagang-pedagang kecil rela untuk mengantri berjam-jam. Karena worth it kan. 


Pas ngantri itu, Si Ibu cerita. Pekan lalu ada orang yang datang menemui Baba. Si Ibu tau karena saat itu sedang berjejer dengannya saat antri. Si orang itu menyampaikan kalau dia sedang tidak mempunyai pekerjaan. Dia meminta Baba untuk memberinya pekerjaan.


Baba, seorang yang keliatan amat tenang tapi galaknya minta ampun, mengamati si orang itu dari atas sampai bawah. Baba mungkin sudah banyak tau tentang kehidupan. Baba juga mungkin sudah banyak memahami berbagai jenis manusia. Baba kelihatan ahli. Baba kharismatik, eksentrik, dan superpintar dalam hal berdagang. 


"Ora weh. Aku ora mantep karo kowe."


Tanpa ada kata maaf, dan bermimik ramah. Straight. Jujur. Tegas. Berani. Baba menolak orang itu.


Wiiiiih. Aku terpana dengan kalimat penolakan Baba. Aku tidak pernah berani untuk bersikap seperti itu. Padahal pengen. Sudah jenuh aku bersikap tidak enakan sama orang lain. Sudah lelah aku untuk tidak mengatakan yang sebenarnya.


Dan aku, hari itu, aku melangitkan doa. Semoga aku bisa meneledani sikap Baba. Jujur, berani, dan tegas.


Be First to Post Comment !
Posting Komentar