Mereka yang Kunanti




Ketika aku kerja di Solo, dua tahun setelahnya, tepatnya tahun 2017, aku berdoa sama Allah untuk bisa dapat kerjaan sampingan. Yang bisa kulakukan adalah privat bahasa Inggris, maka aku meminta itu.


Aku punya kriteria. Kalau bisa muridnya anak besar sehingga sekali pertemuan bisa dapat upah yang banyak. Ga rugi waktu. 


Lama tak ada jawaban. Hingga aku lupa pernah punya keinginan untuk mengajar privat.


Lalu, tahun 2019 akhir, salah satu teman kantorku mencari seorang guru privat bahasa Inggris untuk cucu temanya. Cucu temannya ini masih SD. Penawaran itu datang kepadaku. 


Aku udah lemes. What? SD? Yang aku bayangkan adalah fee yang sedikit. 


Battle of mind begin. Tapi kan dulu aku pernah minta untuk bisa ngeles bahasa Inggris. Ini sudah ada tawaran, meskipun tak sesuai harapan, masa aku mau nolak?


Uti si calon murid menghubungiku. Aku males-malesan jawabnya. Beliau memintaku untuk datang dulu ke rumahnya. Aku iyakan. Tapi sempet ada pikiran untuk tak datang. Kufikir, Sang Uti akan give up dan yaw sudahlah. Tappiii...beliau hub lagi akan kapan kedatanganku.


Waah, butuh banget berarti Sang Uti seorang guru privat buat cucunya. Well, aku memutuskan untuk datang akhirnya dengan niatan bukan mencari uang, tapi ngebantu Si Anak buat belajar. 


Aku sadar bahwa untuk tingkat SD, tak mungkin bisa menarik fee yang tinggi. Maka, aku akan menerima seadanya aja.


Sampe rumahnya, entah kenapa perasaan ogah-ogahanku berubah. Semua tidak seperti apa yang diduga sebelumnya.


Here we are. Safa dan Uqi.  Sudah hampir dua tahun kami bersama dengan segala senang dan duka dalam dunia belajar. Aku sangat bersyukur dan beruntung bisa menjadi gurunya. 

Be First to Post Comment !
Posting Komentar