Dzhulhijjah 1442

Sore ini begitu tenang.
Aku duduk di kursi kamarku di dekat jendela yang terbuka.
Air semilir lembut membuat gorden melambai-lambai. Sayang jika sore ini dilewatkan tanpa menghirup udara sedalam-dalamnya merasakan dengan pelan kedamaiannya.

Sore ini 22 Dzhulhijjah. Bulan yang sangat kupercaya sebagai bulan spesial. Bulan haram yang jika kita melakukan banyak amal sholih, maka Allah akan kabulkan. Bulan yang kupercaya, doa-doa akan banyak Allah kabulkan lantaran amal-amal sholih dan kedekatan yang sudah dibangun dengan Allah.

Aku akan bercerita tentang Idul Adhaku yang mana selalu sakral dan istimewa buatku. 

Idul Adha kali ini rame. Ponakan dan kakak-kakakku ada di Klaten. Mereka tidak bisa pulang karena terjebak aturan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) yang dilaksanakan pada pertengahan bulan Juli hingga awal bulan Agustus 2021. Akhirnya, daging-daging yang mendarat ke rumah pun bisa dinikmati oleh ponakan. Kegiatan sate menyate lebih seru. 

But you know, tapi secara global, Idul Adha kami kurang seru. Karena pada hari-hari itu, lagi musim orang meninggal. Bahkan di hari H, tetanggaku ada yang meninggal karena Covid. Beberapa orang di beberapa kampung di sebelah juga banyak yang meninggal. 

Solat Idul Adha jamaahnya terbatas. Banyak tetangga yang sedang menjalankan isoman di rumah masing-masing. Mecekam dan terasa sedih melihat kondisi itu. Seketika aku meniatkan untuk tidak melihat hewan kurban yang disembelih hari itu. Tidak apa-apa tidak merasakan suasana berkurban. Menjaga prokes lebih utama.

Tapi, itu hanyalah rencana. Tipe masyarakat di kampungku adalah tipe yang tidak bisa dikekang-kekang. Prokes tidak dijalankan maksimal. Banyak orang tetap berkerumun, meski memakai masker. 

Menjelang siang, hatiku terpanggil untuk pergi ke tempat penyembelihan hewan kurban. Sampai sana, pas hewan kurban keluarga kami yang akan disembelih.

Here we are sapinya. Kata warga sekitar, itu sapi dari kemarinnya sore terus meraung-raung. Berisik sekali. 

Lalu aku mendekatinya. I talked to him. I asked him to say takbir together.

Aku merasa dia makin tenang. Dia berhenti meraung. Aku percaya hewan punya naluri. Dan entah kenapa aku selalu senang berbicara dengan hewan. Aku berharap dia nanti gampang ketika mau disembelih. Nurut dan tidak menyusahkan penjagal.
Semoga dia melihatku. Semoga dia sampai ke Allah dan menyampaikan namaku dihadapan Allah nanti.
Look. He was a good boy. Ga berontak sama sekali.
Dia nurut layaknya Nabi Ismail a.s. Ketika itu adalah perintah Allah, maka ia hanya akan berkata "Aku dengar dan aku taat." 
Tidak sedikitpun terbesit for asking "Whyyy".
Taat tanpa tapi.
Bismillah. Allahuakbar.
"Ya Allah, rabbana taqabbal minna. Terimalah amal ibadah kami."

Dan doaku masih sama hari itu. Aku minta jodoh. Aku ingin menikah.



Klaten, 1 Agustus 2021
17.10
Be First to Post Comment !
Posting Komentar