The Story of Healing in 2021

Sudah sepekan, Alhamdulilah. Bisa kukatakan bahwa aku sudah sembuh. Aku sudah tidak menangis lagi. Hatiku sudah tidak merasa sakit. Aku sudah bisa berdiri tegak, tertawa, dan bekerja kembali. 
Foto di atas adalah foto pertama kalinya aku tersenyum dan dadaku sudah mulai ringan. Awalnya aku merasa melangkah saja berat. Energiku benar-benar habis. Puncak-puncaknya adalah tanggal 2-5 September 2021. Jika sendiri, aku langsung teringat dia. Langsung nangis dan merasa tak berdaya. Tidak sama sekali berani untuk melihat handphone, sebab kalau menyentuhnya aku hanya akan teringat dia. 

Qadarullah dia mengabari kalau tidak melanjutkan proses denganku (tidak ke jenjang khitbah) di hari Kamis. Ketika aku masih di kantor. Sontak air mataku jatuh, tak mau berhenti. Sudah kucoba bendung, tetapi arus itu terlalu kuat. Mungkin hatiku di dalam sana benar-benar hancur. Impian yang sudah dirancang pecah, berserakan. In the next day masih seperti itu. Aku belum bisa untuk berbicara kepada orang. Pasti mereka akan menanyakan ada apa denganku karena melihat mataku benar-benar menunjukkan kesedihan. Akhirnya kuputuskan untuk pamit pulang lebih awal. Aku memberikan ruang kepada hatiku untuk menangis sepuas-puasnya. Aku memberikan ruang kesedihan itu selebar-lebarnya.

Well, di rumah, di luar kamar, aku harus berjuang agar tidak ada yang melihatku menangis. Aku sibukkan diriku. Aku bantu Ibu. Aku bantu Bapak. Bahkan aku ikut Bapak pergi agar fikiranku jalan.

Aku pergi ke rumah Kakakku. Karena Kakakku adalah orang yang lucu dan suka bercerita, aku yakin kalau bersamanya aku akan banyak terhibur. Di rumahnya, aku diajak jalan-jalan. Aku banyak melihat pemandangan alam disana. 
Nature does heals.
Lalu, setelah pulang dari rumah Kakakku, aku bertemu dengan anak-anak di Rumah Baca Matahari. Mereka hari itu semangat belajar. Perhatianku pun terfokuskan sama mereka. 

Alhamdulilah juga aku sedang dalam masa ikut beasiswa hafalan Al Qur'an. Oh ya, saat sedang healing gitu tu, tiap kali baca Qur'an dan solat itu, air matanya tu langsung mengucur deras juga. Mungkin ngedetox kali ya. Al Qur'an benar-benar penyembuh. Tiap hari aku harus menghafal, murajaah, dan setor hafalan. Benar-benar sibuk.

Day by day, aku merasa tidak terpuruk, melainkan merasa ada kemajuan. Sampai hari ini aku merasa normal kembali. Aku sudah berani untuk sendiri lagi.
Sekarang, luka itu sudah mengering. Hatiku sudah damai. Dan aku berani untuk menceritakannya. Ya, aku akan menceritanya di blogku ini. Sebab, dia bukanlah orang yang bisa dicari di mesin pencari. Suatu saat jika ada yang mencari tentangnya, semoga postingan ini membantu.

Siapakah dia?
Well, oke. Akan aku ceritakan padamu tentangnya. Namanya adalah Andri Bangun Raharjo. Aku sangat menyukai namanya. Di awal aku memanggilnya Andri, namun di akhir-akhir aku memanggilnya Mas Andri.

Dia memakai kacamata. Tubuhnya besar.  Kulitnya putih. Rambutnya lurus dan hitam. 

Aku bisa mengatakan bahwa dia adalah lelaki yang pintar. Dia lulusan dari sekolah-sekolah terbaik. SD Barenglor, SMP 3 Klaten, SMA 1 Klaten, UGM, dan Universitas Brawijaya. Oh iya, dia jurusan IT. Pernah dulu masuk Teknik Kimia di ITS, tapi tidak direstui oleh Bapaknya.

Dia cuek. Super introvert. Tidak pandai bergaul. Aneh. Tidak suka mengumbar kehidupan pribadinya di media sosial. Pendiam. Culun. Jarang marah. Tidak empati. Tidak peka.

Dia berasal dari keluarga terpandang. Rumahnya bagus. Dia nomor dua dari tiga bersaudara. Kakak dan adiknya lumayan sukses. Dia yang agaknya kurang beruntung (saat itu). 

Aku pernah datang ke rumahnya dan bertemu orang tuanya. Sungguh aku ingin masuk di keluarga mereka. Bapak Ibunya berpendidikan. Cara ngomong mereka enak. Menentramkan. Aku merasa disayang sama mereka.

Lalu, kenapa harus berakhir?
I don't know. Dia hanya bilang "You deserve better."

Are you really OK right now?
Definetaly. Aku belajar banyak tentang hati yang ridho dalam proses ini. Bahwa sebegitu inginnya aku untuk bersama dia, namun jika hatinya tidak ditakdirkan untukku, aku tidak bisa berbuat apa-apa. Semakin aku memaksa, aku merasa semakin sakit.
Menerima dan melepaskan. Itu yang kupilih.

Begitu kira-kira yang aku tau sedikit tentang Andri Bangun Raharjo (red Mas Andri).

Doaku untuknya adalah semoga Allah senantiasa memperbaiki keimananya akan Allah dari hari ke hari sampai saat tutup usia nanti sehingga dia akan menjadi seoarang hamba yang sangat dekat dengan Rabbnya. Aamiin.


P.S.
Ini adalah fotoku saat air mataku ga bisa kubendung. Foto ini menjadi pengingat bahwa biidznillah aku sudah berhasil melalui masa-masa sulit itu dengan baik. Alhamdulilah. Terima kasih, Tami. 
Be First to Post Comment !
Posting Komentar