Belajar Akhlak dari Tukang Pembuat Jenang

Image result for happiness



Pak Bambang namanya. Istrinya sudah lama meninggal sudah lebih dari 10 tahun yang lalu. Sekarang ia hidup bersama seorang anak lelakinya yang masih sekolah SMA. Sehari-hari, Pak Bambang bekerja apa adanya. Apa yang bisa dikerjakan, maka dikerjakan. Asal dapat upah untuk menghidupi anaknya.

Keluarga saya sangat beruntung dipertemukan dengan sosok Pak Bambang. Ya, kami memang mencari sosok seperti Pak Bambang. Ibuk saya yang menemukanya (atas taufiq dariNya tentunya). 

Kebetulan Ibuk dapat banyak pesanan untuk membuat Jenang Lot (Makanan khas Jawa yang terbuat dari ketan dan santan yang sering disebut dengan sebutan dodol). Pesanannya biasanya dalam jumlah banyak, minimal 15Kg adonan sekali masak dan membutuhkan waktu paling tidak 10 jam untuk mengaduknya. Tenaga perempuan tentu tidak mampu dan tidak bisa maksimal untuk mengerjakanya. Oleh karenanya, Ibuk mencoba untuk berkeliling dari kampung ke kampung untuk mencari tau orang yang bisa diandalkan untuk mengerjakan pekerjaan itu. Setelah proses pencarian yang tidak sebentar, akhirnya takdir mempertemukan dengan Pak Bambang.

Ibuk dan Bapak menyukai bagaimana Pak Bambang bekerja. Beliau sangat serius mengaduk Jenang yang ada di depanya. Penuh tenaga. Memastikan bahwa adonannya tercampur sempurna. Jika ada bahan-bahan yang kurang, maka Pak Bambang segera mengingatkan Ibuk untuk menambahinya. Ketika proses mencetak, Pak Bambang memastikan permukaan depan Jenang halus sempurna.

Jika waktu solat tiba, Pak Bambang tidak pernah menunda solatnya. Bergegas membersihkan badanya dan menuju ruangan solat. Solatnya sangat khusyuk dan tenang. Jika sudah selesai solat, beliau pasti menutup pintu pagar rumah dimana beliau masuk menuju ruangan solat. Seolah-olah beliau memastikan bahwa pintu tersebut harus tertutup rapat agar tidak ada orang yang berani masuk kedalam mengambil barang-barang yang ada diteras rumah. Jika pekerjaan sudah selesai, Pak Bambang pasti tidak mau untuk dipersilahkan mandi di kamar mandi dalam rumah. Beliau memilih untuk mandi di kamar mandi luar yang kami sediakan untuk tamu biasa. Ketika disediakan air hangat untuk mandi, beliau pasti hanya mengambil sedikit saja.

Dan yang membuat saya terketuk untuk mengabadikan sosok beliau adalah perkataan Bapak saya tadi malam.
"Aku senang melihat Pak Bambang. Wajahnya selalu menyenangkan jika dikasih makanan.", begitulah kata Bapak saya.

Iya. Setiap Pak Bambang akan pulang, dan itu biasanya malam hari, Ibuk selalu memberikan sedikit makanan kepada Pak Bambang. Memang jika Pak Bambang datang, Ibuk pasti memasak makanan banyak, agar bersisa dan bisa dibawa pulang Pak Bambang. Tidak berupa makanan mewah, hanya makanan desa yang semuanya diambil dari hasil panen pekarangan rumah. Namun, wajah Pak Bambang memperlihatkan wajah senang, dan selalu mengatakan "Sampun. Niki katah sanget."

Saya tidak bisa menggambarkan dengan detail bagaimana ekspresi wajah bahagia Pak Bambang ketika menerima makanan tersebut, namun Bapak dan Ibuk saya bahagia melihat wajah bahagia Pak Bambang.

Saya tidak turun tangan. Saya hanya memperhatikan kejadian-kejadian itu saja. Dan kemudian teringat akan satu akhlak yang diajarkan oleh Baginda Rasul Muhammad Shallahu 'Alaihi Wasalam. Beliau tidak pernah mencela makanan. Beliau selalu bersyukur dengan segala makanan yang berada dihadapanya. Jika tidak suka, beliau hanya mencontohkan untuk meninggalkanya, tetap tidak mencelanya. 

Lebih jauh dari itu, saya kemudian berfikir akan suatu konsep Sang Pemberi dan si penerima. Sang Pemberi yang saya maksud adalah Allah, dan si penerima adalah manusia. Apa-apa yang diberikan kepada manusia untuk menjalani hidup ini disebut rejeki, bukan? Entah itu makanan, udara, tempat tinggal, pekerjaan, anak, teman hidup, dan bahkan bentuk tubuh. Jika kita bahagia dengan apa yang Allah berikan kepada kita, apakah Allah tidak akan bahagia melihat kita? Tidak ada gerutu, tidak ada celaan, dan tidak ada kecewa.

Dan terimakasih kepada Bapak Tukang Pembuat Jenang, secara tidak langsung beliau mengingatkan saya untuk mengajak hati saya berbahagia dengan segala apa yang diberikan oleh Sang Maha Pencipta kepada saya. Bersyukur. Iya. Itulah pesan yang selalu diulang-ulang olehNya dalam kitabNya.

“Dan ingatlah tatkala Tuhanmu memaklumkan: ‘Sesungguhnya  jika kamu bersyukur, Kami pasti akan menambah nikmat kepadamu, dan jika kamu mengingkari nikmat-Ku maka sesungguhnya adzab-Ku amatlah pedih"
(QS. Ibrahim: 7)

26 Muharram 1438H
Solo, 27 Oktober 2016

#Muharram Menulis
Be First to Post Comment !
Posting Komentar