Refleksi Kajian Bersama dr. Reahanul Bahrein (Menjadi Seperti Pohon Kurma)

"Menghadiri majelis ilmu itu adalah solusi dari segala permasalahan kita", kalimat Ustadz Raehanul Bahrein menyapa ketelatan kedatangan saya di Masjid Ibadurahman, komplek Goro Assalam Surakarta pada pagi hari di hari pertama bulan Muharram 1439.

Saya langsung cepat-cepat masuk ke masjid dan mencari tempat yang kosong untuk menggali sebanyak-banyaknya dari taman penyubur iman tersebut. Rasanya lama sekali saya tidak menghadiri majelis ilmu seperti itu. Padahal, di kota yang lumayan besar ini, banyak diselenggarakan acara yang serupa. Namun, semua fasilitas tersebut belum menjadi rejeki saya sebab waktu saya masih tersita untuk mencari uang. 

Ya, tentu, saya datang ke majelis ilmu pagi itu membawa masalah. Sebelum datang ke Masjid Ibadurahman, ketika masih di kost tepatnya setelah solat subuh, saya mulai mencatat tentang targetan 5 tahunan yang ingin saya raih. Sederhana saja, saya hanya ingin waktu saya terarah dan terisi dengan penuh manfaat. Untuk itulah perlu adanya pengaturan disana (self-management). Namun saya stuck. Saya tidak bisa menatap masa depan. Saya tidak tahu hal apa yang ingin saya lakukan. Saya lupa akan mimpi-mimpi masa lalu. Saya kehilangan spirit.

"Tentang sebuah perumpamaan", ucap sang ustadz.

Saya tidak tahu materi apa yang akan disampaikan di kajian tersebut. Yang menjadi fokus saya adalah hanya ingin menghadiri majelis taklim bersama Ustadz Raehanul Bahrein yang selama ini hanya saya tau melalui akun media sosial dan websitenya saja. 

"Perumpaan pohon kurma. Hendaklah manusia seperti pohon kurma", sang ustadz mulai mengurai maksud dari judulnya.

Ya, kajian pagi itu secara tidak langsung menjawab masalah kebuntuan saya dalam menatap masa depan. Pohon kurma yang banyak manfaatnya. Dari mulai batang, daun, sampai buahnya. Tidak ada satupun dari komponen pohon kurma yang tidak bermanfaat. Semuanya bermanfaat. Begitulah seharusnya manusia. Dengan segala yang dimiliki, entah tenaga, harta, waktu, atau pemikiran, sebisa mungkin diolah agar bisa menjadi manfaat bagi lingkungan sekitar. Allah suka. Allah suka dengan makhluk yang seperti itu.

Ya, saya pernah mempunyai tujuan seperti itu. Namun belakangan, prinsip tujuan tersebut hambar oleh benturan benturan. Alhamdulilah, Allah tidak membiarkan saya berlama-lama lalai akan kaidah penting menjadi seorang makhluk.

Ya, untuk menjadi manfaat, saya perlu berfikir kembali bagaimana menurunkannya menjadi sebuah kerja-kerja nyata. Saya perlu untuk mengenali diri saya kembali, apa yang menjadi kelebihan dan kekurangannya. Saya perlu mengelilingi diri saya dengan orang-orang yang mempunyai semangat yang sama, sebab sendiri pasti tidak akan berdaya. 

 Semangat mendoakan dan berbenah ya. 

Solo, 21 September 2017
1 Muharram 1439
Be First to Post Comment !
Posting Komentar