Menyiram Tanaman di Kebun


Hari ini hari Ahad. Aku benar-benar berada di rumah 24 jam. Tak keluar kemana-mana. Pagi aku kajian. Bersih-bersih. Masak. Scan berkas keluarga. Tidur. Gabut. Workout. Gabut. 

Di tengah kegabutan yang menyesakkan itu, aku terfikirkan untuk bergerak. Pokoknya aku harus bergerak agar fikiran dan hatiku hidup. 

Lalu aku mempunyai ide untuk pergi ke kebun. Kebun yang selama ini ga pernah kutengok. Padahal letaknya cuma 200m dari rumah.

Sekitar dua bulan lalu, aku membeli bibit alpukat. Cuma beli aja. Yang menanam dan ngerawat selama ini ya Bapak. Aih, rasanya aku egois. Cuma beli aja, tapi ga mau ngerawat.

Tapppiii, you know what, sore ini aku pergi ke kebun bukan karena perasaan bersalah itu. But, lebih ke mencari hidayah aka inspirasi. Hihihi.

FYI, disana itu ga ada keran. So, aku harus bawa air dari rumah. Aku bawa beberapa jerigen yang sudah diisi air. Jerigen-jerigen yang berisi air yang jumlahnya sekitar 14 jerigen kutaruh di gerobak. Lumayan berat. Namun dengan bantuan gerobak tersebut, bebannya menjadi lebih ringan. Dalam ilmu fisika SMP, alat tersebut dinamakan apa ya...hmm, lupa akuh. Hahaha.

Well oke. Aku mendorong tu gerobak. Sempet oleng, karena baru pertama kali. Belum bisa menyeimbangkan. Pelan-pelan aja makanya.

Sampe sana. Entah kenapa perasaanku agak sedikit mendingan. Agak ringan.

Dan aku ga tau, dimana tanaman alpukatnya 😆. Alhamdulilah, ada anak tetangga dateng. Gilang namanya. Tanpa banyak bicara, dan memang ga bicara sama sekali, dia menunjukkan letak tanaman alpukat itu ditanam. Aih, hatiku benar-benar tersentuh oleh kebaikan Gilang. Kehadirannya membuatku merasa tak sendiri. Tak banyak bicara, tapi hatinya sepertinya sepenuhnya ada untukku disana. Terima kasih Gilang!!! Semoga kelak kamu jadi anak sukses 😘

Aku pun mulai mengambil jerigen satu per satu. Gilang menuntunku di depan. Kutuangkan jerigen di tanaman tersebut. Kulihat daun-daun alpukat secara dekat. Dan ajaib!!! Sudah ada daun baru yang tumbuh. Sungguh mengembirakan. Itu adalah tanda bahwa mereka berpotensi untuk tumbuh. Tidak mati.

Aku semakin optimis dengan tanaman alpukat itu. Ditengah perasaan gembira itu, aku tiba-tiba punya pemikiran begini.

Dulu aku beli bibit ini seharga 30rb. Mungkin nanti ketika sudah berbuah akan menghasilkan nilai uang yang jauh lebih besar daripada ketika pas beli. Jelas itu!!!

Dari situ, aku berfikir jauh tentang sebuah ikatan pernikahan. Mungkin ketika bertemu, kualitas si perempuan dan si laki-laki ada di angka tiga. Namun, ketika berdua berkomitmen untuk bertumbuh bersama, bisa jadi mereka nanti kualitasnya akan di grade maksimal (maksimal menurut Allah pastinya). 

Kuncinya adalah komitmen. Komitmen untuk merawat sehingga bisa bertumbuh dan memberi manfaat untuk internal maupun eksternal. 

Alhamdulilah. Semua tanaman alpukat sudah disiram dengan baik. Aku mengajak Gilang pulang. 

Baru setengah jam, perasaanku sudah berubah. Tidak lagi sesak. Tidak lagi merasa sedih. Namun yang terjadi adalah heppi.

And, when we feel happy, our mind will produce many interesting ideas. 

Good night.


Klaten, 15 Agustus 2021
21.09
Be First to Post Comment !
Posting Komentar